Pekalongannews - Di awal 2000-an, pasien saraf kejepit biasanya datang dengan keluhan di pinggang. Namun, sejak 2015, dokter di Indonesia mulai melihat tren baru: pasien usia produktif, bahkan mahasiswa, mengeluh nyeri leher, bahu kaku, hingga kesemutan di tangan.
Fenomena ini dikenal sebagai "text neck", istilah yang pertama kali diangkat Dr. Vin Fishman pada 2008. Intinya sederhana: posisi menunduk terlalu lama saat memakai ponsel atau laptop bikin tulang leher menanggung beban berlebih—setara 27–30 kg bila kepala miring 30 derajat.
Pada tahap awal, text neck mungkin hanya memicu nyeri otot yang hilang setelah istirahat. Tapi bila dibiarkan, tekanan pada saraf bisa berujung fatal: rasa kesemutan menetap, kelemahan otot, bahkan gangguan buang air. Dalam kasus ekstrem, kerusakan saraf permanen berisiko menyebabkan kelumpuhan.
Dulu, operasi jadi pilihan terakhir. Bedah terbuka di leher memiliki risiko tinggi. Tak heran sebagian pasien memilih jalur alternatif seperti urut atau kiropraktik—padahal manipulasi sembarangan bisa memperburuk cedera.
Sejak 2018, teknologi endoskopi Joymax dari Jerman mulai dipakai di Indonesia. Prosedur ini minim invasif: sayatan hanya 7 mm, pemulihan lebih cepat, pasien bisa pulang di hari yang sama atau esoknya.
Tahap diagnostik pun makin canggih. Pemeriksaan MRI menjadi gold standard untuk memastikan saraf kejepit sebelum tindakan. Menariknya, hanya sekitar 30 persen pasien yang benar-benar butuh operasi. Sisanya cukup fisioterapi, perbaikan postur, atau terapi non-invasif lain.
Fenomena ini dikenal sebagai "text neck", istilah yang pertama kali diangkat Dr. Vin Fishman pada 2008. Intinya sederhana: posisi menunduk terlalu lama saat memakai ponsel atau laptop bikin tulang leher menanggung beban berlebih—setara 27–30 kg bila kepala miring 30 derajat.
Pada tahap awal, text neck mungkin hanya memicu nyeri otot yang hilang setelah istirahat. Tapi bila dibiarkan, tekanan pada saraf bisa berujung fatal: rasa kesemutan menetap, kelemahan otot, bahkan gangguan buang air. Dalam kasus ekstrem, kerusakan saraf permanen berisiko menyebabkan kelumpuhan.
Dulu, operasi jadi pilihan terakhir. Bedah terbuka di leher memiliki risiko tinggi. Tak heran sebagian pasien memilih jalur alternatif seperti urut atau kiropraktik—padahal manipulasi sembarangan bisa memperburuk cedera.
Sejak 2018, teknologi endoskopi Joymax dari Jerman mulai dipakai di Indonesia. Prosedur ini minim invasif: sayatan hanya 7 mm, pemulihan lebih cepat, pasien bisa pulang di hari yang sama atau esoknya.
Tahap diagnostik pun makin canggih. Pemeriksaan MRI menjadi gold standard untuk memastikan saraf kejepit sebelum tindakan. Menariknya, hanya sekitar 30 persen pasien yang benar-benar butuh operasi. Sisanya cukup fisioterapi, perbaikan postur, atau terapi non-invasif lain.
Adopsi Joymax awalnya terjadi di rumah sakit menengah-bawah, tapi kini sudah meluas. Ribuan pasien menjalani prosedur ini, dengan learning curve dokter yang kian matang. Biaya sedikit di atas operasi konvensional, tapi kualitas hidup pasien jauh lebih baik berkat pemulihan cepat dan risiko minimal.
Fenomena text neck menunjukkan satu hal: disrupsi digital tak hanya mengubah cara kita bekerja, tapi juga memaksa dunia medis beradaptasi. Dari gaya hidup sampai teknologi bedah, semuanya bergerak mencari keseimbangan baru.
Fenomena text neck menunjukkan satu hal: disrupsi digital tak hanya mengubah cara kita bekerja, tapi juga memaksa dunia medis beradaptasi. Dari gaya hidup sampai teknologi bedah, semuanya bergerak mencari keseimbangan baru.
No comments:
Post a Comment