![]() |
| gambar ilustrasi freepik |
Mereka menegaskan bahwa aksi Hari HAM Sedunia seharusnya menjadi ruang aspirasi, bukan ajang kericuhan yang bisa melumpuhkan nadi ekonomi Malioboro.
Ketua Paguyuban Bentor Malioboro, Heru Tengeng, menyatakan dukungan penuh terhadap mahasiswa, ormas, dan LSM yang akan turun ke jalan asalkan demonstrasi berlangsung damai.
“Kami tidak melarang demo, tapi jangan ada bakar-bakaran dan jangan anarkis,” ujar Heru.
Heru menegaskan bahwa setiap kericuhan di Malioboro selalu meninggalkan jejak kerugian yang langsung dirasakan ribuan pelaku usaha kecil.
Ia menjelaskan bahwa wisatawan cenderung menjauh begitu mendengar kabar kerusuhan di pusat kota, dan sepinya wisatawan berarti pendapatan pelaku ekonomi hilang seketika.
“Kalau ada aksi anarkis, orang enggan datang ke Malioboro dan ekonomi langsung lumpuh,” katanya.
Heru bahkan menyebut bahwa paguyuban siap membantu aparat atau panitia jika dibutuhkan untuk memastikan aksi Hari HAM tetap berjalan damai.
“Anggota kami ada 1.200 orang, dan kalau dibutuhkan, kami siap mengawal aksi Hari HAM 10 Desember agar tetap damai,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa keamanan ruang publik adalah syarat utama menjaga nafkah para pengemudi bentor yang bergantung pada ramainya arus wisata.
“Kami hanya ingin mencari nafkah dengan tenang, jadi tolong jangan ada aksi yang merusak,” tuturnya.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan pihak pengelola kawasan Malioboro yang melihat lonjakan risiko anarkis dalam momentum aksi besar seperti Hari HAM.
Kepala UPT PKCB Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Diah Anggraini, menegaskan bahwa Malioboro sebagai kawasan cagar budaya termasuk dalam sumbu filosofi dunia yang wajib dijaga.
“Malioboro itu bukan hanya milik Yogyakarta, tapi milik Indonesia bahkan dunia,” kata Diah.
Ia menekankan bahwa pihak UPT menghormati hak warga dalam menyampaikan pendapat, namun keamanan pengunjung harus menjadi syarat utama.
“Kita harus berdiskusi bagaimana demonstrasi bisa berjalan, tapi Malioboro tetap menjadi ruang aman bagi warga dan wisatawan,” tuturnya.
Seruan damai juga datang dari Ketua PHDI DIY, I Nengah Lotama, yang menyoroti pentingnya kebijaksanaan dalam unjuk rasa.
“Penyampaian aspirasi hendaknya dilakukan dengan tertib dan tidak mengganggu aktivitas warga lain,” ujarnya.
Ia secara khusus mengingatkan agar massa tidak membawa atau menggunakan ogoh-ogoh dalam aksi karena bertentangan dengan fungsi ritualnya yang hanya untuk perayaan Hari Suci Nyepi.
“Dalam melaksanakan aksi unjuk rasa jangan menggunakan ogoh-ogoh karena dapat menyinggung pihak lain dan ogoh-ogoh hanya digunakan pada ritual Tawur Agung saat Nyepi,” tegasnya.
Ia mengajak publik menjaga Yogyakarta tetap damai, nyaman, dan tidak terprovokasi.
“Mari kita jaga Yogyakarta sebagai kota yang damai,” ajaknya.
Seluruh seruan tersebut menguatkan harapan bahwa aksi peringatan Hari HAM Sedunia 10 Desember 2025 berjalan damai tanpa letupan amarah yang bisa membakar citra Malioboro.
Harapannya, ruang publik tetap teduh, wisatawan tetap datang, dan ekonomi warga kecil tidak ikut terbakar oleh kericuhan massa.



No comments:
Post a Comment