Pekalongannews, Batang -Anggota Komisi VI DPR RI Rizal Bawazier menekankan pentingnya persiapan SDM unggul ketimbang langsung mencari kerja ia mendesak perlunya pelatihan khusus bagi anak muda yang belum bekerja. Tujuannya, mempersiapkan mereka dengan keterampilan memadai sebelum terjun ke dunia kerja.
Rizal menyampaikan hal ini saat menghadiri kegiatan bersama komunitas penyintas talasemia di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (12/7/2025). Dalam kesempatan itu, ia mendengar aspirasi langsung dari masyarakat, termasuk keluhan anak muda yang sudah cukup umur bekerja namun belum mendapat kesempatan.
"Daripada langsung disuruh kerja, lebih baik mereka kita latih dulu," kata Rizal.
Menurut Rizal, pelatihan berbasis keterampilan ini krusial di tengah ketatnya persaingan pasar kerja saat ini. Langkah ini diharapkan dapat membantu pemerintah menekan angka pengangguran sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selain isu ketenagakerjaan, Rizal juga menyoroti kondisi para penyintas talasemia. Ia menilai pemerintah perlu lebih serius dalam memberikan layanan kesehatan, termasuk distribusi dan pengadaan obat-obatan.
"Anggaran untuk riset itu sebenarnya tidak besar. Tetapi kadang proses penyediaannya berbelit-belit," ujar Rizal.
Dokter Spesialis Anak RSUD Kalisari Batang, dr Tan Evi, mengakui penanganan talasemia di Kabupaten Batang telah mengalami kemajuan pesat.
"Dulu, penderita talasemia hanya bisa bertahan sekitar tiga tahun. Sekarang, dengan terapi kelasi besi dan deteksi dini, penderita bisa hidup hingga 63 tahun," katanya.
Menurut dr Evi, tiga aspek penting menentukan kualitas hidup pasien talasemia: deteksi dini, transfusi darah saat kadar hemoglobin masih tinggi, dan konsumsi rutin terapi kelasi besi.
Saat ini, RSUD Kalisari mencatat 41 pasien talasemia yang rutin melakukan pemeriksaan dan terapi. Dari jumlah tersebut, 19 orang merupakan pasien dewasa dan sisanya anak-anak.
"Memang masih ada penambahan kasus, sekitar dua hingga tiga orang. Tetapi tidak sebanyak dulu, karena beberapa tahun terakhir kami sudah gencarkan program skrining pranikah," jelas dr Evi.
Program skrining pranikah dinilai efektif menekan angka kelahiran anak dengan talasemia mayor di Kabupaten Batang. Pasangan yang akan menikah dapat mengetahui status talasemianya lebih dulu untuk perencanaan keluarga yang lebih baik.
Dr Evi mengajak masyarakat tidak takut melakukan pemeriksaan jika memiliki riwayat keluarga dengan talasemia.
"Kita ingin anak-anak dengan talasemia tetap bisa sekolah, beraktivitas, dan memiliki masa depan yang baik," pungkasnya.
Rizal menyampaikan hal ini saat menghadiri kegiatan bersama komunitas penyintas talasemia di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (12/7/2025). Dalam kesempatan itu, ia mendengar aspirasi langsung dari masyarakat, termasuk keluhan anak muda yang sudah cukup umur bekerja namun belum mendapat kesempatan.
"Daripada langsung disuruh kerja, lebih baik mereka kita latih dulu," kata Rizal.
Menurut Rizal, pelatihan berbasis keterampilan ini krusial di tengah ketatnya persaingan pasar kerja saat ini. Langkah ini diharapkan dapat membantu pemerintah menekan angka pengangguran sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selain isu ketenagakerjaan, Rizal juga menyoroti kondisi para penyintas talasemia. Ia menilai pemerintah perlu lebih serius dalam memberikan layanan kesehatan, termasuk distribusi dan pengadaan obat-obatan.
"Anggaran untuk riset itu sebenarnya tidak besar. Tetapi kadang proses penyediaannya berbelit-belit," ujar Rizal.
Dokter Spesialis Anak RSUD Kalisari Batang, dr Tan Evi, mengakui penanganan talasemia di Kabupaten Batang telah mengalami kemajuan pesat.
"Dulu, penderita talasemia hanya bisa bertahan sekitar tiga tahun. Sekarang, dengan terapi kelasi besi dan deteksi dini, penderita bisa hidup hingga 63 tahun," katanya.
Menurut dr Evi, tiga aspek penting menentukan kualitas hidup pasien talasemia: deteksi dini, transfusi darah saat kadar hemoglobin masih tinggi, dan konsumsi rutin terapi kelasi besi.
Saat ini, RSUD Kalisari mencatat 41 pasien talasemia yang rutin melakukan pemeriksaan dan terapi. Dari jumlah tersebut, 19 orang merupakan pasien dewasa dan sisanya anak-anak.
"Memang masih ada penambahan kasus, sekitar dua hingga tiga orang. Tetapi tidak sebanyak dulu, karena beberapa tahun terakhir kami sudah gencarkan program skrining pranikah," jelas dr Evi.
Program skrining pranikah dinilai efektif menekan angka kelahiran anak dengan talasemia mayor di Kabupaten Batang. Pasangan yang akan menikah dapat mengetahui status talasemianya lebih dulu untuk perencanaan keluarga yang lebih baik.
Dr Evi mengajak masyarakat tidak takut melakukan pemeriksaan jika memiliki riwayat keluarga dengan talasemia.
"Kita ingin anak-anak dengan talasemia tetap bisa sekolah, beraktivitas, dan memiliki masa depan yang baik," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment