Pekalongannews, Batang - Jumlah pengangguran di Kabupaten Batang menembus angka mencengangkan: 28 ribu jiwa.
Mayoritas dari mereka adalah anak muda usia produktif yang belum menemukan arah hidup di tengah derasnya arus industrialisasi.
Tapi perubahan besar ternyata tak datang dari seminar di hotel berbintang atau ruang rapat pemerintah.
Ia bermula dari Masjid Darul Falah di Gringsing sebuah tempat ibadah yang kini menjelma jadi pusat pemberdayaan ekonomi umat.
Program Next Generation Entrepreneur (NGE) hadir sebagai terobosan segar untuk mengubah nasib pemuda Batang.
Diprakarsai oleh PCNU Batang, Yayasan Darul Falah, dan Entrepreneur University, NGE tak sekadar pelatihan—tapi revolusi pola pikir.
“Kita tidak ingin pemuda Batang hanya jadi penonton di panggung ekonomi,” tegas Ketua PCNU Batang, Kiai Ahmad Munir Malik, Minggu 8 Juni 2025 di Hotel Kiyana.
Program ini bukan ruang kelas biasa. Tujuh kelompok muda-mudi Batang yang lolos seleksi ketat sejak Februari 2025 kini dikarantina dan disiram ilmu bisnis dari mentor-mentor berpengalaman.
Salah satu tokoh yang hadir: Purdi E. Chandra, pendiri Primagama, yang blak-blakan membedah mental karyawan vs pengusaha.
“Sekolah kita kebanyakan lahirin pencari kerja, bukan pencipta kerja,” sindirnya Om Chandra
Ia menekankan pentingnya mental kanan—berani ambil risiko, tahan banting, dan mampu berpikir jangka panjang.
Setiap peserta NGE digembleng dari nol: dari gagasan, strategi pasar, hingga eksekusi dan evaluasi usaha.
Masjid Darul Falah di Dukuh Sidosari, Ketanggan, bukan hanya tempat sujud.
Lahan seluas 1,3 hektare yang sudah diwakafkan kini menjadi arena pelatihan wirausaha yang bisa jadi model nasional.
“Kami ingin masjid tidak berhenti di mimbar. Tapi juga jadi laboratorium sosial dan ekonomi,” ujar Wahyu Wulandari dari Yayasan Darul Falah.
Masjid ini bahkan pernah dikunjungi Nyai Shinta Nuriyah Wahid yang memuji konsepnya sebagai bentuk keberpihakan kepada wong cilik.
Dari 11 peserta awal, hanya 7 yang mampu melaju ke tahap akhir.
Mereka bukan sekadar antusias, tapi harus menyodorkan model bisnis yang kuat dan layak eksekusi.
Penjurian dilakukan oleh tokoh NU, praktisi bisnis, hingga pegiat media sosial agar sudut pandangnya beragam dan relevan.
Mentor tidak hanya bicara di atas kertas, tapi turun langsung ke lapangan—memastikan tiap rencana bisa jalan, bukan hanya jadi proposal manis.
“Jangan tunggu lowongan. Bangun lapangan kerja sendiri,” kata Kiai Munir.
Program NGE tak berhenti saat pelatihan usai.
Alumni akan dihimpun dalam jaringan wirausaha muda Batang agar ekosistem bisnis terus tumbuh.
Target akhir: setiap kelompok punya usaha yang jalan dan mampu merekrut tenaga kerja.
Kalau ini berhasil, Batang akan dikenal bukan karena penganggurannya, tapi karena lahirnya para juragan muda dari rahim masjid.
Masjid Darul Falah pun akan tercatat bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi sebagai mercusuar perubahan.
Batang kini sedang menulis ulang takdir ekonominya—bukan dengan ceramah kosong, tapi dengan aksi nyata dari masjid ke pasar.
Mayoritas dari mereka adalah anak muda usia produktif yang belum menemukan arah hidup di tengah derasnya arus industrialisasi.
Tapi perubahan besar ternyata tak datang dari seminar di hotel berbintang atau ruang rapat pemerintah.
Ia bermula dari Masjid Darul Falah di Gringsing sebuah tempat ibadah yang kini menjelma jadi pusat pemberdayaan ekonomi umat.
Program Next Generation Entrepreneur (NGE) hadir sebagai terobosan segar untuk mengubah nasib pemuda Batang.
Diprakarsai oleh PCNU Batang, Yayasan Darul Falah, dan Entrepreneur University, NGE tak sekadar pelatihan—tapi revolusi pola pikir.
“Kita tidak ingin pemuda Batang hanya jadi penonton di panggung ekonomi,” tegas Ketua PCNU Batang, Kiai Ahmad Munir Malik, Minggu 8 Juni 2025 di Hotel Kiyana.
Program ini bukan ruang kelas biasa. Tujuh kelompok muda-mudi Batang yang lolos seleksi ketat sejak Februari 2025 kini dikarantina dan disiram ilmu bisnis dari mentor-mentor berpengalaman.
Salah satu tokoh yang hadir: Purdi E. Chandra, pendiri Primagama, yang blak-blakan membedah mental karyawan vs pengusaha.
“Sekolah kita kebanyakan lahirin pencari kerja, bukan pencipta kerja,” sindirnya Om Chandra
Ia menekankan pentingnya mental kanan—berani ambil risiko, tahan banting, dan mampu berpikir jangka panjang.
Setiap peserta NGE digembleng dari nol: dari gagasan, strategi pasar, hingga eksekusi dan evaluasi usaha.
Masjid Darul Falah di Dukuh Sidosari, Ketanggan, bukan hanya tempat sujud.
Lahan seluas 1,3 hektare yang sudah diwakafkan kini menjadi arena pelatihan wirausaha yang bisa jadi model nasional.
“Kami ingin masjid tidak berhenti di mimbar. Tapi juga jadi laboratorium sosial dan ekonomi,” ujar Wahyu Wulandari dari Yayasan Darul Falah.
Masjid ini bahkan pernah dikunjungi Nyai Shinta Nuriyah Wahid yang memuji konsepnya sebagai bentuk keberpihakan kepada wong cilik.
Dari 11 peserta awal, hanya 7 yang mampu melaju ke tahap akhir.
Mereka bukan sekadar antusias, tapi harus menyodorkan model bisnis yang kuat dan layak eksekusi.
Penjurian dilakukan oleh tokoh NU, praktisi bisnis, hingga pegiat media sosial agar sudut pandangnya beragam dan relevan.
Mentor tidak hanya bicara di atas kertas, tapi turun langsung ke lapangan—memastikan tiap rencana bisa jalan, bukan hanya jadi proposal manis.
“Jangan tunggu lowongan. Bangun lapangan kerja sendiri,” kata Kiai Munir.
Program NGE tak berhenti saat pelatihan usai.
Alumni akan dihimpun dalam jaringan wirausaha muda Batang agar ekosistem bisnis terus tumbuh.
Target akhir: setiap kelompok punya usaha yang jalan dan mampu merekrut tenaga kerja.
Kalau ini berhasil, Batang akan dikenal bukan karena penganggurannya, tapi karena lahirnya para juragan muda dari rahim masjid.
Masjid Darul Falah pun akan tercatat bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi sebagai mercusuar perubahan.
Batang kini sedang menulis ulang takdir ekonominya—bukan dengan ceramah kosong, tapi dengan aksi nyata dari masjid ke pasar.
No comments:
Post a Comment