keterangan Gambar : PT PLN berhasil meningkatkan penggunaan biomassa sebagai pengganti batu bara di 40 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui teknologi co-firing
Penggunaan teknologi co-firing ini menjadi langkah strategis PLN dalam masa transisi energi, dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara. Co-firing merupakan metode substitusi batu bara dengan bahan biomassa seperti pellet kayu, sampah, cangkang sawit, dan serbuk gergaji pada rasio tertentu.
Dalam menjalankan program co-firing ini, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyampaikan bahwa tidak hanya bertujuan untuk mengurangi emisi, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan.
PLN mengajak masyarakat untuk aktif terlibat dalam pembuatan bahan baku co-firing, mulai dari penanaman tanaman biomassa hingga pengelolaan sampah rumah tangga untuk dijadikan pellet.
"Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini merupakan langkah nyata PLN dalam menjawab persoalan global, yaitu mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri dalam energi. Selain itu, upaya ini juga sejalan dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasional secara berkelanjutan," ucapnya.
Secara kumulatif, selama semester 1 tahun 2023, penggunaan biomassa mencapai angka 0,4 juta ton dan ditargetkan akan mencapai 1 juta ton hingga akhir tahun, angka yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 0,58 juta ton, dan jauh lebih tinggi dari tahun 2021 yang hanya mencapai 0,29 juta ton. PLN berkomitmen untuk terus meningkatkan penggunaan biomassa hingga mencapai 10 juta ton pada tahun 2025.
Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan bahwa penerapan co-firing dilakukan di berbagai wilayah, seperti Sumatera dan Kalimantan (Sumkal) sebanyak 38.547 ton, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara (Sulmapana) sebanyak 12.445 ton, serta Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) sebanyak 353.575 ton biomassa.
"PLN akan terus mengembangkan program co-firing ini. Dalam waktu dekat, PLN berencana menambah dua PLTU sehingga pada akhir tahun 2025 diharapkan sudah mencapai 52 PLTU yang menerapkan teknologi co-firing. Dengan demikian, co-firing biomassa diharapkan dapat menyumbang sebanyak 12% dari total bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025," lanjut Darmawan.
PLN juga telah merancang peta jalan nasional program co-firing hingga tahun 2025 sebagai bagian dari komitmennya dalam mendukung upaya dekarbonisasi di Indonesia. Target dekarbonisasi sebesar 954 ribu ton CO2 pada tahun 2023 diharapkan dapat tercapai.
"Selain mengurangi emisi CO2, PLN juga tengah berupaya memastikan rantai pasok sumber biomassa ke pembangkit berjalan dengan baik. PLN menggunakan jalur laut untuk pengiriman bahan biomassa, memanfaatkan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, serta bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholder lainnya dalam penyediaan biomassa," ujar Darmawan.
Darmawan menegaskan bahwa PLN tidak hanya menerapkan teknologi co-firing untuk mengurangi emisi, tetapi juga menyadari potensi ekonomi sirkular yang dapat membentuk ekosistem energi kerakyatan, di mana listrik dihasilkan dari kontribusi rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat.
"Dengan capaian dan komitmen yang terus diperkuat, PLN berharap bahwa penggunaan biomassa dan teknologi co-firing akan menjadi salah satu pilar penting dalam mencapai target jangka panjang Indonesia sebagai negara bebas emisi pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat," Pungkas Darmawan.
"Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini merupakan langkah nyata PLN dalam menjawab persoalan global, yaitu mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri dalam energi. Selain itu, upaya ini juga sejalan dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasional secara berkelanjutan," ucapnya.
Secara kumulatif, selama semester 1 tahun 2023, penggunaan biomassa mencapai angka 0,4 juta ton dan ditargetkan akan mencapai 1 juta ton hingga akhir tahun, angka yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 0,58 juta ton, dan jauh lebih tinggi dari tahun 2021 yang hanya mencapai 0,29 juta ton. PLN berkomitmen untuk terus meningkatkan penggunaan biomassa hingga mencapai 10 juta ton pada tahun 2025.
Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan bahwa penerapan co-firing dilakukan di berbagai wilayah, seperti Sumatera dan Kalimantan (Sumkal) sebanyak 38.547 ton, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara (Sulmapana) sebanyak 12.445 ton, serta Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) sebanyak 353.575 ton biomassa.
"PLN akan terus mengembangkan program co-firing ini. Dalam waktu dekat, PLN berencana menambah dua PLTU sehingga pada akhir tahun 2025 diharapkan sudah mencapai 52 PLTU yang menerapkan teknologi co-firing. Dengan demikian, co-firing biomassa diharapkan dapat menyumbang sebanyak 12% dari total bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025," lanjut Darmawan.
PLN juga telah merancang peta jalan nasional program co-firing hingga tahun 2025 sebagai bagian dari komitmennya dalam mendukung upaya dekarbonisasi di Indonesia. Target dekarbonisasi sebesar 954 ribu ton CO2 pada tahun 2023 diharapkan dapat tercapai.
"Selain mengurangi emisi CO2, PLN juga tengah berupaya memastikan rantai pasok sumber biomassa ke pembangkit berjalan dengan baik. PLN menggunakan jalur laut untuk pengiriman bahan biomassa, memanfaatkan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, serta bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholder lainnya dalam penyediaan biomassa," ujar Darmawan.
Darmawan menegaskan bahwa PLN tidak hanya menerapkan teknologi co-firing untuk mengurangi emisi, tetapi juga menyadari potensi ekonomi sirkular yang dapat membentuk ekosistem energi kerakyatan, di mana listrik dihasilkan dari kontribusi rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat.
"Dengan capaian dan komitmen yang terus diperkuat, PLN berharap bahwa penggunaan biomassa dan teknologi co-firing akan menjadi salah satu pilar penting dalam mencapai target jangka panjang Indonesia sebagai negara bebas emisi pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat," Pungkas Darmawan.
Post a Comment