googlesyndication.com

0 Comment

Keterangan Gambar : Sejumlah emak-emak  warga Desa denasri Kulon Kecamatan/Kabupaten Batang menunjukkan SPPT PBB. Foto: itung kontributor Batang.

Pekalongannews, Batang - Puluhan ibu-ibu warga RT 04 RW 03 Desa Denasri Kulon, Kecamatan/Kabupaten Batang, merasa tidak terima mendapatkan tagihan piutang Pajak PBB. Tagihan piutang pajak tersebut sangat bervariasi, ada yang menunggak selama dua hingga empat tahun.

Warga tersebut mengaku sudah membayar tagihan pajak kepada aparat desa yang memungut tagihan PBB dengan mendatangi rumah-rumah warga. Namun, di tahun ini, muncul tagihan piutang PBB dengan nilai yang beragam.

"Disetor tapi kok ada tunggakannya, lha setoran saya masuknya mana? Padahal saya sudah membayarnya," kata Jariah (67), warga Denasri Kulon, Rabu (14/6/2023).

Ia menyatakan bahwa wajib pajak atas nama Sarupin memiliki tagihan piutang yang bervariasi, mulai dari Rp 26 ribu hingga mencapai Rp 86 ribu. Untuk tagihan PBB tahun 2022 sudah dibayarkan dan terdapat bukti pembayaran yang menyatakan lunas. Jika pun ada tunggakan, hanya satu tahun saja. Namun, kali ini banyak tagihan piutang yang muncul.

"Saya menerima tanda bukti pembayaran PBB setiap tahun. Namun, sudah pada hilang dan yang tersisa hanya bukti pembayaran PBB tahun 2022," kata Jariah.

Jariah mengadukan tagihan piutang yang tidak wajar tersebut ke Pemerintah Desa Denasri Kulon. Namun, pihak desa meminta tanda bukti pembayaran PBB.

"Saya sudah pergi ke kantor desa, dan dari desa dikatakan bahwa yang sudah membayar harus menyertakan bukti pembayaran PBB. Padahal bukti-bukti tersebut sudah terbuang entah ke mana, jadi tidak ada," ujar Jariah.

Sementara itu, Sekretaris Desa Denasri Kulon, Sugiarto, mengatakan bahwa piutang yang muncul dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) baru muncul pada tahun 2023. Setiap tahun, petugas penarik PBB melakukan penagihan kepada wajib pajak, tetapi tidak selalu berhasil saat menagih pembayaran.

"Saya selalu menarik pajak setiap kali ada SPPT. Menarik pajak bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi tiga hingga empat kali, tetapi tidak dibayarkan," kata Sugiarto.

Ia mengetahui karakteristik wajib pajak yang telah ditagihnya, terutama di Desa Denasri Kulon. Oleh karena itu, setelah kejadian ini, Pemerintah Desa meminta bukti pembayaran PBB dari SPPT.

"Ketika saya menarik pajak dan pembayarannya dilakukan, saya memberikan SPPT yang jumlahnya besar dan saya menandatanganinya dengan mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun. Sementara bukti yang lebih kecil saya simpan. Jadi, jika wajib pajak memiliki bukti pembayaran yang besar dengan tandatangan saya, namun masih ada piutang, saya bertanggung jawab," ungkapnya.

Sugiarto juga mengatakan bahwa dengan adanya kejadian ini, jika wajib pajak tidak menyertakan bukti pembayaran, kemungkinan ada wajib pajak yang tidak membayar PBB namun mengaku-ngaku sudah membayar.

"Oleh karena itu, saya meminta bukti pembayaran SPPT yang telah ditandatangani dan terdapat tanggal, bulan, dan tahun," jelasnya.

Sugiarto menyebutkan bahwa di Desa Denasri Kulon terdapat sekitar 12 orang penarik tagihan wajib pajak PBB dan satu koordinator. Bagi masyarakat yang merasa dirugikan, mereka dapat mengklarifikasinya ke kantor Desa.

"Desa tidak akan mempersulit warga. Anda dapat menanyakan hal tersebut terkait bukti-bukti pembayaran PBB yang dimiliki," tambahnya.


Post a Comment

 
Top