googlesyndication.com

0 Comment
Jakarta - Begitu banyak cerita menarik yang inspiratif dan bermakna hadir di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (Sekolah SPI) - peraih penghargaan Kick Andy Heroes 2018. Sekolah GRATIS untuk kalangan miskin di Batu, Malang, Jawa Timur ini tak sekadar menceritakan perjuangan Julianto Eka Putra sang inisiator, tetapi juga perjuangan siswa-siswi Sekolah SPI yang datang dari keluarga tidak mampu, untuk bersama mengubah nasib dan memutus rantai kemiskinan di keluarga mereka, hingga menjadi wirausahawan dengan omzet milyaran rupiah. Kisah-kisah di Sekolah SPI adalah kisah-kisah tentang perjuangan tak kenal menyerah, serta sinergi mengatasi perbedaan untuk maju bersama.

Sebuah coming-of-age movie yang terinspirasi perjuangan para pahlawan millennial ini, diangkat ke layar lebar melalui tangan dingin penulis Alim Sudio dan besutan sutradara Faozan Rizal, berjudul “ANAK GARUDA”. Film yang baru menyelesaikan proses shooting di Batu Malang dan beberapa kota di Eropa ini, rencananya akan menghibur penonton Indonesia di awal 2020. Proses penggarapan film ini dilakukanButterfly Pictures yang tak lain merupakan divisi usaha terbaru di Sekolah SPI yang mengkhususkan diri dalam produksi film. Seperti divisi usaha Sekolah SPI lainnya, unit bisnis ini juga dikelola langsung oleh alumni Sekolah SPI sambil menggandeng aktor watak papan atas Verdi Solaiman sebagai produser. 

Berbicara di Press Conference Peluncuran Produksi Anak Garuda, Executive Director Butterfly Pictures Yohana Yusuf mengakui bahwa film Anak Garuda adalah sebuah kisah nyata transformasi siswa-siswi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI). 

Siswa-siswi di Sekolah SPI sebagian besar latar belakangnya adalah yatim-piatu atau dari kaum dhuafa. Mereka terbiasa dihina, ditertawakan, mengalami kepahitan hidup, terpinggirkan, minder dan terpuruk, tetapi setelah menjadi siswa di Sekolah SPI, mereka bertransformasi menjadi anak-anak garuda yang terbang menatap matahari, mereka belajar bagaimana mengatasi perbedaan (suku, ras, agama), mengatasi luka batin dan kepahitan hidup yang pernah mereka alami, serta menjadi pengendali bagi diri mereka sendiri dan segala masalahnya (minder, kemarahan, kebencian, iri hati, dan sebagainya). 

"Mereka harus membangun team & persahabatan di atas ombak hambatan di dalam hidup mereka. BerTRANSFORMASI menjadi pribadi yang memiliki VALUE/berNILAI. Mereka berangkat ke Eropa untuk lebih jauh lagi memperjuangkan cita-cita mereka,” papar Yohana yang juga alumni Sekolah SPI dan bertindak sebagai Co-Producer di film ini. 

Untuk mewujudkan impian mereka membuat film perdana, Butterfly Pictures lalu menggandeng aktor kawakan Verdi Solaiman menjadi produser di film perdana mereka “Anak Garuda”. Film ini ditulis Alim Sudio yang pernah melahirkan film terlaris di Indonesia, seperti “Surga yang Tak Dirindukan”.

Film ini disutradarai Faozan Rizal yang sebelumnya telah menorehkan namanya sebagai salah satu Director of Photography terbaik di Indonesia dan pernah pula sukses menyutradarai “Habibie-Ainun” dan mengantarkan film ini meraih Piala Citra sebagai film Indonesia terbaik 2013. 

Ditemui di acara yang sama, Produser Verdi Solaiman mengaku terinspirasi perjuangan siswa-siswi SPI untuk menjadi wirausahawan sukses yang mampu memutus rantai kemiskinan dari keluarga mereka. 

“Siswa-siswi Sekolah SPI ini boleh dikatakan berjuang dari titik nol, atau bahkan minus untuk membalikan keadaan dan menjadi orang-orang yang berhasil. Dengan kemauan keras, kerja keras dan disiplin, mereka bisa membuktikan bahwa mereka mampu mengubah nasibnya. Kisah perjuangan anak-anak ini yang menurut saya harus disampaikan ke seluruh Indonesia, sebuah manifestasi sempurna dari Impian Indonesia (Indonesian Dream),” ungkap Verdi.

Tak hanya Verdi, Penulis Skenario Alim Sudio mengaku sangat terkesan dengan semangat para siswa di Sekolah SPI. “Film ini sendiri kami targetkan untuk menyentuh berbagai kalangan, baik kalangan muda, maupun kalangan orang tua, guru dan para pemimpin. Bagi anak-anak muda, film ini akan menginspirasi mereka untuk memiliki spirit Anak Garuda yang tangguh dan pantang menyerah, memiliki mental warrioryang siap menaklukan setiap masalah dalam hidup. Bagaimana membangun team work dan persahabatan, menjadi pemimpin yang bersahaja.

"Bagi orang tua, guru dan pemimpin, film ini mengisahkan bagaimana Julianto Eka Putra sebagai mentor memiliki metode yang unik dalam menangani anak-anak yatim piatu dengan banyak luka batin dan kepahitan hidup, lalu mentransformasi mereka menjadi pribadi yang bernilai,” ungkap Alim Sudio.

Sebelum diangkat ke layar perak, kisah petualangan "Anak Garuda" juga sudah bisa dinikmati dalam bentuk webtoon. Komik digital ini telah tayang di kanal Line Webtoon berjudul "Anak Garuda" sejak 17 Mei 2019 lalu. Cerita episode terbaru terbit setiap hari Jumat, dan totalnya ada 24 chapter yang akan ditayangkan selama 6 bulan, sejak penayangan perdana di bulan Mei.

Film “Anak Garuda” terinspirasi dari kisah tujuh tokoh nyata alumni Sekolah SPI di tahun-tahun awal berdirinya. Tokoh Olfa, Robet, Yohana, Dila, Sayyidah, Wayan dan Sheren, adalah tujuh siswa Sekolah SPI yang diarahkan oleh mentor mereka Julianto Eka Putra atau Koh Jul dan kini mereka sudah mengelola divisi usaha sendiri dan masing-masing beromzet miliaran rupiah dan digunakan kembali untuk mengelola Sekolah SPI. 

Film ini sendiri menggambarkan jatuh bangunnya ketujuh tokoh saat mulai belajar berwirausaha, bagaimana mereka mempelajari maknanya leadership (kepemimpinan) dan team work (kerja sama tim) secara langsung, melalui pengalaman yang bermakna. 

Tujuh bintang muda yang tengah bersinar pun diminta memerankan tujuh tokoh nyata ini. Tissa Biani akan berperan sebagai Sayidah, Violla Georgie sebagai Yohana, Ajil Ditto sebagai Robet, Clairine Clay sebagai Olfa, Geraldy Kreckhoff sebagai Wayan, Rania Putrisari sebagai Sheren, Rebecca Klopper sebagai Dila dan Kiki Narendra yang berperan sebagai Koh Jul, atau Julianto Eka Putra. 

“Saya bersyukur bisa terlibat di produksi ini, saya bisa belajar memerankan karakter dengan background story yang seperti Robet dan saya senang film ini akan memberi inspirasi yang penting buat anak muda zaman sekarang. Saya sendiri sangat terinspirasi dengan perjuangan anak-anak Sekolah SPI,” ungkap Ajil Ditto.

Sementara itu, Tissa Biani yang berperan sebagai Sayyidah juga mengaku bahwa peran Sayyidah memberikan tantangan sendiri bagi karirnya. “Sayyidah adalah tokoh yang tidak pernah kehabisan ide dan semangat untuk maju, meskipun berangkat dari kondisi yang terpuruk, bahkan saat kecelakaan hampir merenggut nyawanya, tidak mampu menghentikan semangatnya untuk maju,” ungkap Tissa Biani.

Grup band terkenal Cokelat juga sudah merekam lagu “Anak Garuda” karya Julianto Eka Putra dan diaransemen ulang untuk menjadi soundtrack film ini. Lagu ini sudah bisa didengarkan di platformstreaming musik daring seperti Joox dan Spotify sejak 16 Agustus lalu. 

“Kami di COKELAT, sangat percaya bahwa niat baik akan selalu menemukan jalannya tersendiri. Terbentuk dengan caranya sendiri. Kami tak pernah merencanakannya, tiba-tiba bertemu, dan kita (dengan YSPI) punya niat yang sama untuk membangun Indonesia. COKELAT meyakini, sebagai orang Indonesia, kita harus berkontribusi untuk bangsa kita. Karena COKELAT musisi, jadi yang bisa kita lakukan paling nyata adalah lewat musik. Mudah-mudahan hasil kolaborasi ini bisa menjadi penyemangat lagi, setelah bangsa kita sempat ‘terpecah terbagi dua’. Bisa menjadi satu lagi, menjadi ‘Anak Garuda’ yang tidak memandang perbedaan, maju sebagai bangsa yang kuat dan hebat, menjadi bangsa yang bisa kita banggakan,” ungkap Edwin Marshall mewakili personil Cokelat lainnya.

“Selama ini, jika bicara kepahlawanan, kita cuma merujuk pada pencapaian generasi-generasi sebelum kita, menarik sekali jika sekarang kita mengubah pandangan dan melihat siswa-siswi Sekolah SPI ini mampu menunjukan bahwa millennial juga bisa jadi pahlawan, tentunya jika mau berjuang untung mengubah nasibnya dan masyarakatnya. Tentunya kisah mereka juga menjadi kisah yang menarik untuk disaksikan,” tutup Alim Sudio.

Post a Comment

 
Top