-->

Masa Depan Literasi Indonesia di Era AI: Tantangan Bahasa dan Berpikir Kritis

Pekalongan News
Saturday, December 20, 2025, December 20, 2025 WIB Last Updated 2025-12-20T01:53:39Z
Masa Depan Literasi Indonesia di Era AI: Tantangan Bahasa dan Berpikir Kritis
Pekalonganews - Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa perubahan besar dalam cara manusia bekerja, belajar, dan mengakses informasi. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, AI juga menghadirkan tantangan serius, terutama bagi negara dengan tingkat literasi yang masih rendah seperti Indonesia. 

Hal inilah yang menjadi sorotan dalam perbincangan Helmy Yahya bersama Prof. Bagus Mulyadi, akademisi Indonesia yang kini menjadi profesor di Inggris.

Menurut Prof. Bagus, AI adalah mesin yang sangat piawai menciptakan narasi. Tanpa kemampuan berpikir analitis, masyarakat akan kesulitan membedakan mana informasi yang faktual, manipulatif, atau sekadar simulasi. 

"Masalahnya, kemampuan berpikir analitis ini sangat bergantung pada penguasaan bahasa. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga alat berpikir. Ketika pendidikan bahasa dimarginalkan, kemampuan berpikir pun ikut melemah," ujarya.

Indonesia dinilai masih menghadapi apa yang disebut sebagai post-colonial syndrome, yakni kecenderungan untuk mengandalkan pihak luar dalam berpikir dan mengambil keputusan. 

Dalam konteks AI, kebiasaan “meng-outsource” pemikiran ini menjadikan masyarakat rentan menjadi konsumen pasif teknologi, bukan produsen pengetahuan. 

Akibatnya, AI bukan dimanfaatkan, melainkan justru mengendalikan cara berpikir.

Tantangan tersebut diperparah oleh kondisi literasi nasional. Data PISA menunjukkan kemampuan literasi membaca siswa Indonesia masih berada di peringkat bawah. 

Makin Tahu Indonesia  Rendahnya minat baca bukan semata soal akses buku, melainkan juga soal kualitas pendidikan dasar, terutama kualitas guru. Guru yang tidak memiliki penguasaan literasi dan logika yang kuat akan kesulitan menanamkan kemampuan berpikir analitis sejak dini.

Dalam diskusi ini juga ditegaskan perbedaan antara analytical thinking dan critical thinking. 

Berpikir analitis berkaitan dengan kebenaran faktual dan logika, sementara berpikir kritis menyangkut keberanian mempertanyakan asumsi, hierarki, dan otoritas. Keduanya merupakan kemampuan yang sangat manusiawi dan belum sepenuhnya dapat digantikan oleh AI.

Ke depan, AI tidak bisa dihindari sebagaimana revolusi industri sebelumnya. Pilihannya hanya dua: memanfaatkan AI atau menjadi korbannya. Karena itu, literasi bahasa, kejujuran dalam berpikir, serta penguatan identitas intelektual bangsa menjadi kunci. 

Dengan fondasi tersebut, Indonesia tidak hanya mampu bertahan di era AI, tetapi juga berpeluang besar untuk berperan aktif dan berdaulat dalam perkembangan teknologi global.
Komentar

Tampilkan

No comments:

TERKINI