Pekalongannews - Kehadiran internet di Indonesia mulai terasa pada awal tahun 1990-an. Saat itu, layanan internet masih menjadi barang mewah yang hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Lambatnya koneksi, mahalnya biaya, serta keterbatasan infrastruktur membuat internet saat itu sangat berbeda dibandingkan dengan sekarang.
Perjalanan internet di Indonesia dimulai dengan hadirnya Ipteknet pada tahun 1994. Layanan ini menjadi pionir sebelum diikuti oleh penyedia lain seperti Indonet dan Indosatnet. Untuk dapat terhubung ke internet, pengguna kala itu mengandalkan koneksi dial-up yang terhubung melalui saluran telepon rumah.
Proses ini mengharuskan pengguna memutus sambungan telepon terlebih dahulu sebelum melakukan koneksi. Salah satu yang paling diingat dari masa itu adalah kode akses 08098999 milik Telkomnet Instan, yang kerap muncul dalam iklan televisi era 90-an.
Pada awal kemunculannya, kecepatan internet hanya berada di kisaran 56 kbps. Bandingkan dengan kecepatan internet saat ini yang dapat mencapai ratusan megabit per detik. Untuk membuka satu halaman website saja, dibutuhkan waktu lama, apalagi jika halaman tersebut berisi gambar.
Streaming video, mendengarkan musik daring, atau mengunduh file besar seperti film adalah hal yang hampir mustahil dilakukan. Mengunduh satu file berukuran 180MB saja bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu.
Tarif internet saat itu pun sangat tinggi. Bahkan ketika koneksi GPRS mulai diperkenalkan untuk ponsel, tarifnya mencapai Rp 1 per KB. Jika dihitung, konsumsi data sebesar 1GB bisa menghabiskan biaya hingga Rp 1 juta.
Di masa-masa awal, internet belum menyediakan mesin pencari sekomplet sekarang. Google memang sudah muncul pada akhir 90-an, namun masih dalam tahap awal dan belum sepopuler saat ini. Sebaliknya, Yahoo menjadi andalan banyak pengguna untuk mencari informasi, berkirim email, dan berkomunikasi melalui Yahoo Messenger.
Browser seperti Netscape Navigator dan Internet Explorer menjadi pilihan utama untuk berselancar di dunia maya. Meski kini Internet Explorer sering dijadikan bahan ejekan karena lambat, pada zamannya ia adalah simbol kemajuan teknologi.
Media sosial di era 90-an belum seperti sekarang yang penuh fitur dan visual. Platform seperti mIRC dan Yahoo Messenger menjadi favorit, meskipun hanya digunakan oleh segelintir pengguna dari kalangan menengah ke atas.
Fitur yang ditawarkan pun sangat sederhana, terbatas pada obrolan teks. Tak ada fitur story, feed, atau unggahan foto. Namun justru dari keterbatasan inilah muncul berbagai kenangan unik yang tak tergantikan.
Memasuki akhir tahun 2000-an, internet mulai lebih terjangkau berkat kehadiran warung internet (warnet). Tempat ini menjadi tongkrongan favorit para remaja, terutama saat platform seperti Friendster dan kemudian Facebook mulai populer. Warnet menjadi saksi bagaimana internet perlahan menyusup ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara lebih luas.
Selain itu, aktivitas yang paling sering dilakukan adalah mengunduh lagu-lagu MP3 dan foto-foto artis idola. File hasil unduhan biasanya dipindahkan ke Winamp atau ke ponsel, yang kala itu masih menggunakan fitur GPRS terbatas.
Perjalanan internet di Indonesia dimulai dengan hadirnya Ipteknet pada tahun 1994. Layanan ini menjadi pionir sebelum diikuti oleh penyedia lain seperti Indonet dan Indosatnet. Untuk dapat terhubung ke internet, pengguna kala itu mengandalkan koneksi dial-up yang terhubung melalui saluran telepon rumah.
Proses ini mengharuskan pengguna memutus sambungan telepon terlebih dahulu sebelum melakukan koneksi. Salah satu yang paling diingat dari masa itu adalah kode akses 08098999 milik Telkomnet Instan, yang kerap muncul dalam iklan televisi era 90-an.
Pada awal kemunculannya, kecepatan internet hanya berada di kisaran 56 kbps. Bandingkan dengan kecepatan internet saat ini yang dapat mencapai ratusan megabit per detik. Untuk membuka satu halaman website saja, dibutuhkan waktu lama, apalagi jika halaman tersebut berisi gambar.
Streaming video, mendengarkan musik daring, atau mengunduh file besar seperti film adalah hal yang hampir mustahil dilakukan. Mengunduh satu file berukuran 180MB saja bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu.
Tarif internet saat itu pun sangat tinggi. Bahkan ketika koneksi GPRS mulai diperkenalkan untuk ponsel, tarifnya mencapai Rp 1 per KB. Jika dihitung, konsumsi data sebesar 1GB bisa menghabiskan biaya hingga Rp 1 juta.
Di masa-masa awal, internet belum menyediakan mesin pencari sekomplet sekarang. Google memang sudah muncul pada akhir 90-an, namun masih dalam tahap awal dan belum sepopuler saat ini. Sebaliknya, Yahoo menjadi andalan banyak pengguna untuk mencari informasi, berkirim email, dan berkomunikasi melalui Yahoo Messenger.
Browser seperti Netscape Navigator dan Internet Explorer menjadi pilihan utama untuk berselancar di dunia maya. Meski kini Internet Explorer sering dijadikan bahan ejekan karena lambat, pada zamannya ia adalah simbol kemajuan teknologi.
Media sosial di era 90-an belum seperti sekarang yang penuh fitur dan visual. Platform seperti mIRC dan Yahoo Messenger menjadi favorit, meskipun hanya digunakan oleh segelintir pengguna dari kalangan menengah ke atas.
Fitur yang ditawarkan pun sangat sederhana, terbatas pada obrolan teks. Tak ada fitur story, feed, atau unggahan foto. Namun justru dari keterbatasan inilah muncul berbagai kenangan unik yang tak tergantikan.
Memasuki akhir tahun 2000-an, internet mulai lebih terjangkau berkat kehadiran warung internet (warnet). Tempat ini menjadi tongkrongan favorit para remaja, terutama saat platform seperti Friendster dan kemudian Facebook mulai populer. Warnet menjadi saksi bagaimana internet perlahan menyusup ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara lebih luas.
Selain itu, aktivitas yang paling sering dilakukan adalah mengunduh lagu-lagu MP3 dan foto-foto artis idola. File hasil unduhan biasanya dipindahkan ke Winamp atau ke ponsel, yang kala itu masih menggunakan fitur GPRS terbatas.
No comments:
Post a Comment