Pekalongannews, Jakarta – Pengamat politik sekaligus lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad), Hendri Satrio, menegaskan bahwa netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan aparat TNI/Polri dalam Pilkada bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang tegas.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru membuka pintu bagi penegakan sanksi pidana terhadap pelanggaran netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Putusan MK ini bukan sekadar gertak sambal. Kalau ada ASN, pejabat daerah, atau bahkan aparat TNI/Polri yang melanggar, mereka bisa dikenai hukuman pidana maksimal enam bulan atau denda hingga Rp6 juta," ujar Hendri, Jumat, 22 November 2024.
Hendri, yang juga pendiri lembaga survei KedaiKOPI, menekankan bahwa penerapan sanksi sangat bergantung pada komitmen pimpinan instansi terkait.
"Kalau efektif atau tidak, itu tergantung atasan dari aparat yang bersangkutan. Apakah mereka mau menindak anak buahnya yang melanggar?" katanya.
Menurutnya, putusan MK ini memberikan landasan hukum yang lebih jelas untuk menegakkan asas jujur dan adil (jurdil) dalam pelaksanaan Pilkada.
"Sekarang, aparat yang melaporkan aparat itu jarang terjadi. Tapi minimal aturannya ada dulu. Kalau tidak ada, susah bagi masyarakat untuk protes atau menuntut pertanggungjawaban," jelasnya.
Hendri juga menyoroti pentingnya integritas pimpinan di instansi pemerintah maupun militer. Ia memperingatkan agar para pimpinan tidak menjadi pelaku pelanggaran netralitas.
"Atau malah jangan-jangan justru atasannya yang melanggar. Nah, berani tidak anak buahnya melaporkan atasan yang tidak netral?" tanyanya retoris.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengabulkan gugatan yang memperjelas sanksi bagi ASN, pejabat desa, pejabat daerah, pejabat negara, serta TNI-Polri yang tidak netral. Dengan demikian, sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 kini juga mencakup mereka.
Netralitas ASN juga menjadi perhatian serius di daerah. Penjabat (Pj) Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam memastikan ASN tidak terlibat politik praktis selama Pilkada.
Dalam apel pagi di halaman Pendapa Kabupaten Batang, Senin (18/11/2024), Lani memimpin pembacaan ikrar netralitas ASN yang diikuti seluruh peserta apel. "Ikrar ini bukan sekadar formalitas. Pegawai di lingkungan Pemkab Batang harus menunjukkan netralitasnya dalam setiap tindakan dan keputusan," tegas Lani.
Ia mengungkapkan, sudah ada beberapa ASN yang mendapatkan teguran pertama akibat indikasi pelanggaran netralitas. Teguran ini, menurutnya, bertujuan untuk membina sekaligus memberi peringatan dini agar pelanggaran tidak berlanjut.
"ASN memang memiliki hak pilih. Tapi cukup disimpan untuk diri sendiri. Jangan memengaruhi orang lain dalam menentukan pilihan politik mereka," tambahnya.
Lani memperingatkan bahwa keterlibatan ASN dalam mendukung pasangan calon, baik secara langsung maupun melalui media sosial, merupakan pelanggaran serius yang akan diberikan sanksi tegas. "Kalau masih ada ASN yang ikut kampanye atau menyuarakan dukungan kepada calon tertentu, mereka akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Selain itu, ia menekankan bahwa netralitas ASN adalah cerminan profesionalisme dan integritas sebagai abdi negara. "Netralitas ini bukan hanya soal mematuhi aturan, tetapi juga tanggung jawab moral kepada masyarakat," ujar Lani.
Sebagai langkah pencegahan, Lani menginstruksikan seluruh kepala dinas dan camat di Kabupaten Batang untuk mengawasi stafnya dengan ketat. Selain itu, Pemkab Batang akan mengadakan sosialisasi berkelanjutan tentang aturan dan batasan bagi ASN selama tahapan Pilkada.
Ia menambahkan bahwa ASN tetap diperbolehkan menggunakan hak pilih mereka pada hari pencoblosan. "Tapi biarkan pilihan politik itu menjadi rahasia pribadi. Baru di TPS nanti, kita bisa mengajak keluarga untuk memberikan suara," jelasnya.
Hendri Satrio mengapresiasi langkah-langkah tegas seperti yang dilakukan Pemkab Batang. Menurutnya, komitmen ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk memastikan netralitas ASN.
"Langkah seperti itu penting. Tapi tetap, pengawasan tidak hanya berhenti di level bawah. Justru harus ada keteladanan dari atasannya," kata Hendri.
Ia juga mengingatkan bahwa Pilkada yang jujur dan adil adalah tanggung jawab bersama. "ASN dan aparat harus ingat, mereka bekerja untuk melayani masyarakat, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu," tutupnya.
Post a Comment