googlesyndication.com

0 Comment

Pekalongannews, Kota Pekalongan - Seorang warga Kota Pekalongan telah memblokir jalur proyek nasional pengendalian banjir dan rob sungai Loji Banger senilai Rp 200 miliar di kawasan Pantai Slamaran. 

Hal ini dilakukan karena tanah milik warga bernama Haji Subhan belum diganti rugi oleh pemerintah. 

Kuasa hukum Haji Subhan, Zainudin dan Didik Pramono, memasang bambu di jalur proyek paket 11 yang dikerjakan oleh PT. Brantas Abipraya. 

Terdapat tulisan 'Pak Jokowi Pak Ganjar Kapan Mau Ganti Rugi Lahan Kami' dan 'Tanah Ini Belum Dibayar Ganti Rugi'.

"Pemasangan portal dan spanduk ini untuk kedua kalinya ya. Kami dari tim kuasa hukum Haji Subhan memasang spanduk ini karena sampai hari ini lahan milik klien kami yang terdampak pembangunan tanggul rob di Slamaran ini belum diganti rugi," ujarnya di lokasi pada hari Minggu (30/4/2023).

Tujuan dari pemblokiran ini adalah agar Kementerian PUPR hingga Presiden RI Joko Widodo mengetahuinya. Pihaknya akan terus memasang palang itu hingga pemilik lahan mendapatkan ganti rugi.

Zainudin menjelaskan bahwa sekitar 3.000 m2 lahan milik kliennya terdampak proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 200 miliar itu. Total lahan kliennya di wilayah itu mencapai 9 hektare.

"Untuk nilainya belum ada nilai appraisal. Cuma kemarin pernah diadakan mediasi, itu hanya sebatas pemerintah akan mengganti rugi saja. Ini dijanjikan ya hanya dijanjikan, tapi sampai hari ini sampai proyek ini hampir selesai pembangunannya belum ada ganti rugi," tambahnya.

Ia menyebutkan bahwa pelaksana proyek beralasan bahwa penggantian baru akan dianggarkan tahun berikutnya. Menurutnya, hal itu menyalahi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Seharusnya, proses pembebasan lahan dilakukan sebelum proyek pemerintah dimulai, bukan malah sebaliknya, setelah proyek rampung baru dibayarkan.

Sebelum proyek dimulai, klien tidak mendapat sosialisasi. Namun, beberapa hari sebelum pembangunan, kliennya didatangi oleh pemerintah desa Denasri Kulon, Batang, dan perwakilan dari PT. Brantas Abipraya selaku pelaksana proyek. Lokasi proyek tersebut membentang dari wilayah Kota Pekalongan hingga sebagian Kabupaten Batang. Tanah milik kliennya berada di perbatasan dan masuk wilayah Desa Denasri Kulon, Batang.

"Saat itu, di rumah, klien kami diminta menandatangani penyerahan secara cuma cuma atau menghibahkan lahan kepada negara. Ini jelas membodohi masyarakat negara ini. Apalagi beliau awam hukum,"jelasnya.

Seorang klien dari PT Prima Pertiwi Komunikasi (PPKom) mengalami masalah terkait proyek yang sedang dikerjakan di lahan miliknya. Klien tersebut, Haji Subhan, diminta untuk menandatangani penyerahan lahan secara cuma-cuma atau menghibahkan lahan tersebut kepada negara. Namun, hal tersebut jelas-jelas merupakan tindakan yang merugikan masyarakat Indonesia karena Haji Subhan sendiri tidak memiliki pengetahuan hukum yang memadai.

Pihak PT Brantas Abripaya, melalui Humasnya, Muhammad Yusuf, mengakui adanya masalah tersebut dan menyatakan akan menghentikan pekerjaan proyek di lahan milik Haji Subhan untuk sementara waktu.

Yusuf juga menyatakan bahwa mereka akan melanjutkan pekerjaan di lokasi lain yang bukan milik Haji Subhan, dan hanya akan melanjutkan di lahan tersebut jika masalah sudah selesai.

Yusuf menegaskan bahwa masalah ganti rugi adalah ranah kementrian PUPR dan bukan menjadi wewenang dari pihak kontraktor. Dalam hal ini, BBWS Pemali Juwana menjadi perwakilan dari kementrian tersebut.

Post a Comment

 
Top