googlesyndication.com

0 Comment
Terdengar suara ketukan Kenong, Bonang, dan Gong Kecil, tapi beriringan dengan perkusi khas musik Barongsai dan organ. Itulah grup musik tradisional “Toa Kok Tui” (Cinta Damai). Sekelompok orang yang beranggota tetap 8 orang, terdiri dari warga Negara keturunan dan pribumi. Suasana keakraban ini dipimpin oleh Johny Ekarianto. Mereka ditampung dalam satu gedung bersama grup musik tradisional lainnya seperti, Seni Karawitan “Rahayu Laras” dan SGB (Senang Gembira Bersama) “Ibu Pertiwi” oleh Arifin Muchtar/ Thio Bun Kong. Gedung kecil sekelas rumah yang berada di pinggiran Kali Loji, atau tepatnya di Jl. Belimbing yang lazim dikenal dengan sebutan “Pintu Dalem” ini dipenuhi perlengkapan musik tradisional Jawa dan Tionghoa.


Grup musik tradisional ini pertama kali dibentuk pada tahun 2007, di bawah satu atap Klenteng Po An Thian, yang terletak di belakang Gereja Katholik Santo Petrus.. Namun dalam 2 tahun sejak pendiriannya mereka memisahkan diri untuk berdiri sendiri. Mereka biasanya beraksi di lapangan mengiringi arak-arakan dewa Kong Hu Cu dari 1 klenteng ke klenteng lainnya. Johny Ekarianto menuturkan, “Musik kami  ini mengiringi perjalanan dewa, satu dewa satu lagu. Untuk satu klenteng biasanya paling banyak terdiri dari 6 dewa.” Selain itu mereka pun biasa didapuk untuk mengiringi acara Pek Cun (Sadranan/Sedekah Laut) dan Imlek (Perayaan Tahun Baru). Meskipun demikian, mereka pun sering diminta untuk memeriahkan acara yang diselenggarakan Habib Lutfi. Beliau berkisah, “Biasanya pada bulan Mulud diajak Habib Lutfi untuk berbaur dengan acara arak-arakan yang dilakukan dari kediaman Habib Muh Kraton menuju kediaman Habib Lutfi di bilangan Noyontaan.” Mereka pun terkadang diminta untuk menyemarakkan acara di Klenteng Khongco Hok Tek Tjeng Sin di Tangerang, Rembang, Kudus, Semarang, Jepara, dan Solo.


Demi melestarikan suasana keakraban, tiap malam Minggu mereka memainkan alat-alat musiknya hingga sekitar pukul 22:00 WIB. Lagu yang dibawakan pun beraneka ragam aliran musik. Dari lagu-lagu nostalgia, dangdut, cina, campur sari, dan sholawatan. “Sayangnya anak-anak muda sekarang hanya sibuk dengan gaya hidup modern, jadi rada susah menarik perhatian mereka. Grup musik yang seminggu sekali kami bina, kami latih dengan nuansa pembauran masih jauh dari kaderisasi, yaitu penurunan keahlian memainkan alat-alat musik kami.” Ujar Johny Ekarianto, pemilik Rumah Makan “Johny” di Jl. Salak Pekalongan.
~Arry Anand~

Post a Comment

 
Top