googlesyndication.com

0 Comment

Pekan Batik Nusantara Harapan Pendongkrak Roda Perekonomian Sekaligus Budaya Lingkungan Bersih
Pekan Batik Nusantara

Pencanangan Pekan Batik (baik Internasional maupun Nusantara) oleh Walikota Pekalongan Basyir Ahmad merupakan momentum yang cukup baik guna memberikan peluang lebih besar bagi perkembangan industri batik nasional. Suatu ajang  pamer yang tampak disediakan bagi keterlibatan para pengrajin tidak saja lokal Pekalongan, melainkan sebisa mungkin menampung seluruh antero nusantara. Gedung sebesar Societeit beserta keluasan pekarangannya telah dimanfaatkan. Dilihat dari penyelenggaraanya tampak Lapangan Jatayu berikut Gedung Bakorwil dan sekitarnya pun dipersiapkan untuk menampung para peserta Pekan Batik.


Terdapat keikutsertaan pengrajin dari kota-kota sentra batik tradisional, seperti: Banjarnegara, Pemalang, Solo, Yogyakarta dan lain-lainnya. Namun, masih banyak sentra batik unggulan lainnya yang belum tersentuh partisipasinya, seperti: Pengibar produk batik asli (Batik Beruang dan Kuda) dari Lasem, Batik Trusmi dari Cirebon, Batik Troso dari Jepara, Banyumas, Sidoarjo, Madura, dan lain-lain.

Peserta pada umumnya masih didominasi oleh para pengrajin batik lokal Pekalongan. Para pemain lokal yang telah lama mengangkangi jagad pasar batik nasional-internasional pun masih sebatas merk Qonita, Madoong, dan Feno. Belum tampak Wirokuto, Larissa, Zikri, dan lain-lainnya. 
Kesiapan motif yang terpajang sudah cukup memadai akan keanekaragamannya dari serat kayu, serat nanas, gradasi, hingga corak termutakhir yang terinspirasi gaya batik Thailand. Namun, masih belum mampu memunculkan produk berkelas yang lazim disebut “3 Dimensi”.
Kesan yang kentara sekali adalah upaya besar Pemerintah Kota Pekalongan ini tetap saja merupakan momentum awal. Suatu pangsa pasar yang masih membutuhkan kepercayaan para pengrajin besar untuk turut serta meramaikannya. Tanpa disadari mereka masih menunggu sejauhmana event ini mampu menyerap omzet penjualan ataupun jangkauan konsumen batik. Setidaknya mampu bersaing dengan event Jakarta Convention Centre, atau daya serap Pasar Tegal Gubuk Cirebon, Thamrin City dan Tanah Abang Jakarta.
Sungguh dibutuhkan komitmen besar untuk mewujudkan Pekan Batik Nusantara atau Pekan Batik Internasional, baik di tahun ganjil atau tahun genap mendatang. Mengingat Kota Pekalongan telah teruji dari sentra produksi ikan, sentra produksi tekstil, dan tetap bisa selamat di produksi batik ini. Demikian pula telah tersedianya fasilitas Kompleks Perdagangan IBC (International Batik Centre) di Wiradesa, dan pusat-pusat grosir batik yang tersebar di beberapa tempat seperti di Setono, Siwalan, dan Comal. Sentuhan  keterpaduan antar program, yang saling mendukung antara satu dengan lainnya merupakan jaminan terwujudnya ide mulia untuk lebih mengukuhkan dan tetap bertahan sebagai Kota Pekalongan berikon “Batik”.
Satu hal pula yang mungkin perlu diawali juga, sebagaimana diharapkan tidak akan menjadi bencana besar di hari-hari  mendatang ketika batik benar-benar mengalami ledakan produksi, yaitu perhatian khusus terhadap pengolahan air limbah. Pelarangan produksi batik Pekalongan di Denpasar dan tampilan menghitam air sungai Loji merupakan pelajaran besar, yang mau tidak mau sudah saatnya membutuhkan kearifan para penanggung jawabnya, alih-alih tidak ada kata terlambat untuk melakukan pencanangan budaya lingkungan bersih. (By: Arry Anand)

Post a Comment

 
Top