googlesyndication.com

0 Comment
Kota Pekalongan
Ada tiga tradisi keagamaan yang masih terus dilestarikan sebagai bagian dari sejarah perkembangan budaya islam di Kota Pekalongan terutama di Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara. Tiga tradisi tersebut sampai sekarang masih bisa dinikmati, itu semua terjadi dalam satu tahun kalender.

Yang pertama Sya'banan. Bagi warga Krapyak, Sya'banan memiliki arti penting bagi kehidupan beragama masyarakat setempat. Karena tradisi Sya'banan tak lepas dari peran ulama besar Syech Muhyidin Bin Yahya, Seorang saudagar kaya pendatang dari luar Krapyak.

Seperti dituturkan KH Zaenudin Ismail, ulama kharismatik Krapyak menyampaikan bahwa di masa lalu, pantai Pekalongan merupakan pelabuhan yang ramai dan banyak disinggahi oleh para saudagar dari penjuru nusantara.

"Saudagar dari Bugis datang dan menetap di seputar wilayah pesisir Pekalongan. Mereka membangun pemukiman baru yang sekarang kita kenal sebagai Kampung Bugisan. Begitupun dengan saudagar asal Sumbawa yang mendirikan pemukiman di Krapyak Kidul. hingga sekarang kita mengenalnya sebagai Kampung Sumbawan," terang Kyai yang juga ahli sejarah perkembangan islam di nusantara.
Sebutan Sya'banan pertama kali dikenalkan oleh Syech Muhyidin Bin yahya di tahun 1800-an. Sya'banan berasal dari kata Sya'ban salah satu bulan dalam kalender islam. Sya'banan sendiri berlangsung menjelang Hari Raya Idul Fitri tepatnya di pertengahan bulan Sya'ban.

Selain sebagai saudagar, Syech Muhyidin Bin Yahya dikenal juga sebagai ahli fiqih dan sangat alim. Beliau masih keturunan Sunan Muria, sanaknya bila dilacak dari silsilah masih menyambung ke Sunan Muria.

Menurut KH Zaenudin Ismail, Syech Muhyidin Bin Yahya semasa hidupnya sangat dikenal sebagai ahli pengobatan islami. Dan beliau di Krapyak dikenal Sebutan Mbah Wahyah karena sak wayah-wayah (setiap saat-red) melayani masyarakat yang membutuhkan jasanya atau keahlianya.
"Dari Mbah Wahyah inilah masyarakat Krapyak mengenal Sya'banan. Karena sangat pentingnya Sya'banan, Masyarakat Krapyak senantiasa melestarikan tradisi tersebut. Sebab di bulan sya'ban, 300 pintu rahmat dibuka. Malam itu, pintu ampunan dibuka kecuali 3 perkara. Orang Musyrik, syirik dan orang yang memutuskan tali silaturahmi," jelas Kyai Zaenudin Ismail.
Yang kedua Syawalan.
Syawalan berasal dari kata syawal, masih salah satu dari nama bulan dalam kalender islam. Istilah Syawalan pertama kali diperkenalkan oleh Romo KH Abdulloh Syirod. Salah satu ulama paling terkenal dan kharismatik dalam sejarah perkembangan islam di Krapyak.

Sepeninggal Syech Muhyidin Bin Yahya, munculah ulama yang memiliki kharisma yang luara biasa bernama KH Abdulloh Syirod. Beliau hidup di masa penjajahan kolonial Belanda. Sepak terjang Romo KH Abdulloh Syirod inilah yang selalu membuat repot Belanda. Karena kharisma beliau, umat islam Pekalongan bisa bersatu. Hal tersebut tak bisa dipungkiri karena Romo KH Abdulloh Syirod berjasa memunculkan tradisi syawalan yang nyata-nyata mampu mempersatukan seluruh umat islam dan masyarakat Pekalongan pada umumnya.

Menurut KH Zaenudin Ismail, sejarah Syawalan diawali ketika umat islam mengikuti kebiasaan Romo KH Abdulloh Syirod berpuasa sehari setelah Hari Raya Idul Fitri selama enam hari. Saking banyaknya masyarakat Krapyak yang berpuasa, banyak pula saudara handai taulan, kerabat, teman, kenalan, kolega dan lain sebagainya merasa risih kalau mau bersilaturahmi atau bertamu kepada umat islam di Krapyak. Karena mereka tahu selama enam hari tersebut umat islam di Krapyak sedang berpuasa. Padahal masih dalam suasana lebaran.
"Akhirnya pada hari ketujuh setelah lebaran atau setelah masyarakat Krapyak menuntaskan puasa, seluruh umat islam di luar Krapyak berbondong-bondong, tumpah ruah memadati Krapyak untuk untuk bermaaf-maafan setelah tertunda," ujar KH zaenudin Ismail.
Tradisi Syawalan sendiri sebenarnya merupakan taktik brillian Romo KH Abdulloh Syirod dalam mempersatukan umat islam dan rakyat Pekalongan. Karena melalui tradisi Syawalan umat islam dan rakyat Pekalongan bisa dipersatukan dan taktik tersebut Belanda terkecoh. Belanda tidak menyadari kalau semua itu adalah muslihat yang dilakukan oleh Romo KH Abdulloh Syirod.
Baca Juga  Mengenal Tradisi Syawalan Di Kota Pekalongan



Setelah sekian lama akhirnya Belanda mencium adanya persatuan umat islam dan rakyat Pekalongan melalui tradisi Syawalan. Sehingga semua ulama yang memliki pengikut terancam dibunuh oleh Belanda.
"Romo KH Abdulloh Syirod sendiri kalau ditelusuri jejaknya masih nyambung dengan silsilah dari cucu Bahurekso, salah satu tokoh pendiri Pekalongan," ungkap KH Zaenudin Ismail.
Yang ketiga potong Lopis
Lopis adalah salah satu penganan khas Pekalongan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus dan dibungkus daun pisang yang diikat kuat untuk menjamu tamu dan adanya di bulan-bulan terten tu. Kemunculan Lopis ditengarai juga atas andil Romo KH Abdulloh Syirod.

Seperti disinggung pembahasan diatas, ketika seluruh umat islam dan rakyat Pekalongan berbondong-bondong dan tumpah ruah ke Krapyak untuk bersilaturahmi, kedatangan sedemikian banyak orang secara bersamaan waktunya sempat membuat bingung dan resah warga Krapyak. Mereka bingung mau menjamau apa, karena sebagai tuan rumah tentunya tidak mau mengecewakan tamu yang datang.

Akhirnya disiasati, seluruh warga Krapyak patungan. Mereka iuran beras ketan dan dimasak ramai-ramai membuat Lopis yang nantinya akan dihidangkan sebagai sajian para tamu. Sedangkan kebiasaan memotong Lopis raksasa dalam tradisi syawalan baru muncul pada tahun 1956. Ukuran Lopis pada masa KH Abdulloh Syirod masih setandar. Tidak ada ukuran baku untuk lopis pada waktu itu. Hanya saja pada tahun 1956 mulai diadakan tradisi memotong lopis dengan ukuran jumbo. Pelopornya tokoh masyarakat setempat seperti, Khanafi, Ismail, Syafi'i, Madenur dan salah satu pemudanya bernama Anas.

Di tahun-tahun awal yang melakukan seremoni pemotongan lopis adalah tokoh masyarakat lantas berkembang Lurah, Camat dan akhirnya Walikota. sementara untuk ukuran lopis dari seukuran batang pisang lalu berkembang menjadi seukuran batang pohon kelapa terus meningkat seukuran drum hingga ukuran raksasa seperti sekarang. Dan sekarang muncul lopis di mana-mana.
"Dulu memasak dan menaruh lopis untuk acara Syawalan selalu berpindah-pindah hingga akhirnya ada di dua tempat. Di Krapyak Lor dan Krapyak Kidul," ujar KH Zaenudin Ismail.
Itulah tiga tradisi islami yang masih bertahan dan senantiasa dilakukan oleh warga Krapyak, Kecamatan Pekalongan utara, Kota Pekalongan. Semuanya menjadi kekayaan budaya rakyat Pekalongan yang religius. Bagi anda yang penasaran, luangkan waktu ke Pekalongan dan nikmati pesonanya meramaikan tradisi yang masih lestari.

Post a Comment

 
Top