-->

Dari Kiai Sadrach hingga Zending Jerman: Sejarah Panjang GKJ Moga Pemalang

Pekalongan News
Monday, December 29, 2025, December 29, 2025 WIB Last Updated 2025-12-29T16:33:51Z
Dari Kiai Sadrach hingga Zending Jerman: Sejarah Panjang GKJ Moga Pemalang
Gambar Ilustrasi Dibuat Dengan AI
Pekalongannews, Pemalang - Gereja Kristen Jawa (GKJ) Moga di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, kehadiran gereja ini mencerminkan dinamika sosial dan kultural yang telah berlangsung lebih dari satu abad.

Meski tidak terdapat catatan pasti mengenai tahun pendiriannya, GKJ Moga diperkirakan mulai berdiri pada awal 1900-an. Arsip gereja mencatat bahwa sejak tahun 1911, kegiatan keagamaan seperti katekisasi, baptisan, sidi, hingga pelayanan pernikahan telah berlangsung dan dilayani oleh pendeta-pendeta berkebangsaan Belanda. 

Makin Tahu Indonesia Sejarah GKJ Moga tidak dapat dilepaskan dari sosok Kiai Sadrach Soeropranoto, tokoh legendaris dalam sejarah kekristenan di Jawa. Lahir dengan nama Radin sekitar tahun 1835 di Purworejo, Kiai Sadrach berasal dari keluarga Islam Jawa dan menempuh pendidikan di berbagai pesantren sebelum akhirnya menetap di Semarang. 

Dalam perjalanannya, ia mengembangkan ajaran Kristen yang dipadukan dengan budaya Jawa, sebuah pendekatan sinkretis yang kemudian menuai perdebatan dengan para misionaris Belanda.

Menurut catatan S. Kartosoegondo, salah satu tokoh Gereja Jawa Tengah Utara (GKJTU) Pemalang, Kiai Sadrach memiliki murid bernama Kariman Kartowijoyo di Dusun Kandang Gotong, Desa Belik. 

Dari sinilah berkembang jemaat-jemaat awal Kristen di wilayah Pemalang, yang kemudian menyebar ke Pulosari dan Moga. Para jemaat generasi awal tersebut belajar agama Kristen di Karangjoso, Purworejo, sebelum kembali ke kampung halaman untuk menyebarkannya.

Ketegangan antara ajaran Kiai Sadrach dan misionaris Belanda mendorong pemerintah Hindia Belanda melakukan penataan wilayah misi pada tahun 1904. Jawa kemudian dibagi dua: wilayah utara diasuh misionaris Jerman, sementara wilayah selatan tetap menjadi tanggung jawab misionaris Belanda. GKJ Moga berada dalam pengasuhan Salatiga Zending, lembaga zending Jerman yang mulai aktif di wilayah ini sejak 1910.

Misi yang dijalankan para misionaris Jerman tidak hanya berfokus pada penginjilan, tetapi juga kemanusiaan. Hal ini terlihat dari berdirinya fasilitas pendidikan dan kesehatan di sekitar gereja, termasuk sekolah dan klinik yang pernah beroperasi di kawasan pasar dan terminal Moga pada masa pra-kemerdekaan.

Perang Dunia II menjadi titik balik yang besar. Konflik global tersebut berdampak langsung pada keberadaan misionaris Jerman di Jawa. 

Sebagian ditarik kembali ke Eropa, sebagian lainnya terpaksa melarikan diri. Setelah perang usai dan Indonesia merdeka, gereja-gereja, termasuk GKJ Moga, mulai bertransformasi menjadi gereja mandiri yang menyesuaikan diri dengan konteks lokal, menyatukan warisan kejawen, pengaruh Barat, dan semangat kebangsaan Indonesia.
Komentar

Tampilkan

No comments:

TERKINI