Pekalongannews, Washington, D.C– Gelombang tarif impor kebijakan Donald Trump mulai memporak-porandakan bisnis di Amerika Serikat. Dari produsen lip balm organik hingga pengelola gedung pertunjukan terpaksa merogoh kocek lebih dalam, sementara jeda 90 hari yang ditawarkan pemerintah tak lebih dari sekadar penawar sementara.
"Kami berhadapan dengan ketidakpastian rantai pasok di masa depan," ujar Steve Shriver, CEO Eco Lips, produsen produk kecantikan organik di Iowa, Minggu (13/4/2022).
Perusahaannya yang mengandalkan bahan baku seperti vanila, minyak kelapa, dan kakao dari luar negeri memperkirakan biaya produksi akan melonjak US$5 juta dalam setahun ke depan.
Dengan penjualan tahunan sekitar US$30 juta dan produk yang beredar di 40.000 toko seluruh dunia, Eco Lips telah mengirimkan surat kepada 300 kliennya, memberitahukan kenaikan harga dan potensi keterlambatan pengiriman. Bagi Shriver, jeda 90 hari yang diberikan pemerintah tak ubahnya obat penenang sementara.
"Ini bisa berubah dalam 10 hari lagi," katanya.
Kisah serupa dialami Paul Kusler, pemilik toko mainan Into the Wind di Colorado. Hampir seluruh dagangannya, dari layang-layang hingga boneka, berasal dari China yang kini dikenai tarif mencengangkan sebesar 145%. "Tarif ini mengancam bisnis kami secara serius," keluh Kusler yang mencatat kenaikan harga 7%-10% untuk barang yang sudah masuk tokonya.
Sementara Emily Ley, pemilik Simplified di Florida, perusahaan perencana kantor mewah untuk wanita, mengaku telah membayar lebih dari US$1 juta dalam pajak perdagangan sejak tarif China pertama kali diterapkan pada 2017.
"Kami sedang berjuang. Ini bisa membuat kami gulung tikar," ungkapnya. Ley kini menggugat pemerintah AS dengan dalih pajak tersebut melanggar konstitusi.
Di sektor hiburan, Aisha Ahmad-Post, Direktur Eksekutif Newman Center for the Performing Arts di University of Denver, harus menelan pil pahit. Pesanan 971 kursi baru dari Kanada seharga lebih dari US$560.000 mendadak membengkak US$140.000 akibat beban pajak tambahan 25%.
"Kursi-kursi itu sudah dalam produksi. Kami tidak bisa mengubah vendor begitu saja," katanya. Ahmad-Post kini harus memutar otak mencari dana tambahan di tengah upaya memulihkan keuangan pascapandemi Covid-19.
No comments:
Post a Comment