gambar ilustrasi
Pekalongannews - Tren mengkhawatirkan muncul di Eropa. Remaja kini menjadi target empuk kelompok teroris ISIS untuk melancarkan aksi teror. Ini terungkap setelah seorang remaja Austria ditembak mati saat menembaki polisi Jerman di München awal September lalu.Emrah I. (18), remaja asal kota kecil di Salzburg itu, diduga terpapar paham ekstremisme Islam. Padahal, dia nyaris tak pernah ke masjid setempat. Satu-satunya petunjuk adalah video game di HP-nya yang menandai lokasi dengan bendera Al Qaeda.
Polisi menduga Emrah teradikalisasi lewat dunia maya dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini rupanya bukan kasus terisolasi.
Riset Washington Institute for Near East Policy menemukan 470 kasus hukum terkait ISIS antara Maret 2023-Maret 2024. Minimal 30 kasus melibatkan remaja atau anak di bawah umur. Angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.
Studi lain oleh Prof. Peter Neumann dari King's College London mengungkap fakta mencengangkan. Hampir 2/3 penangkapan terkait ISIS di Eropa ternyata remaja!
ISIS Bidik Remaja Barat?
Meski kalah secara militer tahun 2017, ISIS masih eksis. Mereka kini fokus di Afrika dan cabang IS-K di Afghanistan. Sejak Januari, IS-K gencar mendorong serangan 'lone wolf' di Eropa. Target mereka? Acara besar macam olimpiade, konser, sampai pertandingan bola.
Para ahli melihat pesan-pesan ISIS kini sengaja menyasar remaja Eropa. Cara mereka? Manfaatkan medsos dan platform chat yang gampang diakses remaja.
"Ideologi masih berperan. Tapi 'meme-ifikasi' atau 'TikTok-ifikasi' konten ISIS jadi video pendek dalam bahasa lokal bikin ide mereka gampang nyebar ke anak muda," jelas Moustafa Ayad, direktur eksekutif Institut Dialog Strategis London.
Proses Radikalisasi Makin Kilat
Kasus rencana teror konser Taylor Swift di Wina jadi bukti. Polisi Austria menemukan jaringan digital tersangka utama (19) terkait remaja Jerman (15) di Brandenburg.
Hal serupa terjadi usai penusukan uskup Australia April lalu. Pelaku (16) ternyata terhubung dengan 6 remaja lain lewat grup chat 'Plans' di aplikasi Signal.
"Jaringan mereka tersebar dan organik. Gak ada yang tau seberapa besar sebenarnya," ujar Ayad.
Dia menyayangkan platform medsos yang kurang tegas hapus konten ekstremis. Parahnya lagi, proses radikalisasi kini makin cepat menurut otoritas keamanan Prancis dan Swiss.
ISIS Manfaatkan Psikologi Remaja
Pesan dasar ISIS masih sama: dunia zalimi umat Islam, tapi kita bisa kuat bareng. Bagi remaja yang merasa terpinggirkan, pesan ini bisa jadi menarik menurut psikolog.
Faktor politik juga berperan. ISIS jadikan konflik Israel-Hamas di Gaza sebagai 'bukti' dunia benci muslim. Meningkatnya kelompok sayap kanan dan islamofobia di Jerman juga bisa berdampak.
"Makin banyak kelompok ekstrem sayap kanan, makin banyak perilaku jihadis. Sesederhana itu," tegas analis Counter Extremism Project, Van Ostaeyen.
Seberapa Bahaya 'Teroris TikTok' Ini?
"Ancamannya banyak. Tapi belum selevel 2015-2016. Rencana mereka biasanya gak matang. Tapi bisa berdampak besar kalau berhasil. Cukup satu serangan sukses," pungkas Ayad.
Waspadalah! Awasi aktivitas online anak remaja Anda. Jangan sampai mereka jadi korban doktrin kelompok teroris.
Post a Comment