Pekalongannews, Jogja - Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fisipol UGM, Zainal Arifin Mochtar, atau yang akrab disapa Uceng, memberikan tanggapannya terkait tuduhan bahwa film "Dirty Vote" cenderung berpihak kepada pasangan calon capres-cawapres nomor urut 01 dan 03.
Film ini dikritik karena dianggap menyalahkan paslon capres-cawapres nomor urut 02. Uceng menegaskan bahwa film ini berangkat dari realitas yang ada, dengan konsep utama menyibak dugaan kecurangan Pemilu yang masif dan terstruktur, terutama terkait Presiden Joko Widodo yang diduga memanfaatkan jabatan, kebijakan, dan fasilitas negara.
Menurut Uceng, alur film ini didasarkan pada fakta yang ditemui, bukan pada tendensi politik tertentu.
Menurut Uceng, alur film ini didasarkan pada fakta yang ditemui, bukan pada tendensi politik tertentu.
Dia menjelaskan bahwa keberadaan Presiden Joko Widodo di salah satu paslon menjadi sorotan karena keberadaannya yang secara tegas mendukung paslon nomor urut 2,
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Namun, Uceng menekankan bahwa jika posisi Presiden Jokowi secara konsisten mendukung paslon nomor urut 03, kritik terhadap film ini mungkin akan berbeda.
"Dibilang tidak berimbang karena Pak Jokowinya di situ. Kalau Pak Jokowi istiqomah di 03, kritik itu akan lain. Ini kan karena tiba-tiba Pak Jokowi belok tanpa sein," jelas Uceng dalam Diskusi Film Kecurangan Pemilu Dirty Vote di Kampus Fisipol UGM Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).
"Dibilang tidak berimbang karena Pak Jokowinya di situ. Kalau Pak Jokowi istiqomah di 03, kritik itu akan lain. Ini kan karena tiba-tiba Pak Jokowi belok tanpa sein," jelas Uceng dalam Diskusi Film Kecurangan Pemilu Dirty Vote di Kampus Fisipol UGM Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).
Uceng juga mengakui adanya potensi teror setelah rilisnya film Dirty Vote. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dia dan beberapa narasumber lainnya memutuskan untuk menonaktifkan nomor ponsel mereka.
Meskipun begitu, mereka tetap menggunakan jaringan Wi-Fi untuk tetap berkomunikasi.
Terkait dengan keterlibatan dalam pembuatan film ini, Uceng menyoroti konsekuensi besar yang mungkin dihadapi. Salah satunya adalah risiko mendapat teror dari pihak yang tidak dikenal.
Terkait dengan keterlibatan dalam pembuatan film ini, Uceng menyoroti konsekuensi besar yang mungkin dihadapi. Salah satunya adalah risiko mendapat teror dari pihak yang tidak dikenal.
Selain itu, ada juga kemungkinan harus melaporkan kejadian tersebut kepada institusi terkait karena reaksi yang menyinggung beberapa pihak.
"Kita sepakat matiin handphone, cabut SIM Card sementara waktu. Jadi saya hidup dengan wi-fi sekarang. Kita hilang sampai beberapa waktu. Konsekuensi itu sudah kita pikirkan, ini bukan cerita heroisme, ini cerita realistis," ungkap Uceng.
"Kita sepakat matiin handphone, cabut SIM Card sementara waktu. Jadi saya hidup dengan wi-fi sekarang. Kita hilang sampai beberapa waktu. Konsekuensi itu sudah kita pikirkan, ini bukan cerita heroisme, ini cerita realistis," ungkap Uceng.
Post a Comment