googlesyndication.com

0 Comment
Kabupaten Batang - Sejumlah pelajar putri nampak berdiri di atap sebuah bangunan yang diketahui sebuah toilet umum. Sambil berdiri, lima siswi dari SMPN 4 Bawang tersebut sibuk menggerak-gerakan ponselnya kesana-kemari seperti mencari sinyal untuk menanggap jaringan internet.

Kegiatan mencari sinyal dari atap toilet umum sudah menjadi rutinitas sehari-hari sejak sinyal wifi yang dipasang sekolah mereka bisa tertangkap dari jarak lebih dari 500 meter hingga ke lokasi Dusun Sigemplong, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang.

Satu di antara siswi tersebut, Mela Dian Nur (13) mengaku terbantu dengan adanya sinyal internet yang tertangkap oleh ponsel miliknya, sehingga tugas dari sekolah pun bisa dikerjakan dengan baik.

"Meski tempatnya kurang nyaman karena berada di atap namun masih lebih baik karena lokasi ini satu-satunya yang bisa menangkap sinyal internet," ucap siswi yang duduk di kelas VIII SMPN 4 Bawang, Kamis (29/7/2020).

Mela Dian Nur, menuturkan, pihak sekolah baru beberapa hari ini memasang jaringan internet gratis tanpa kuota, sehingga sangat membantu tugas di saat pandemi yang mengharuskan siswa belajar dari rumah.

"Di sekolah sistem belajarnya di batasi, hanya empat jam. Selebihnya tugas lebih banyak dikerjakan di rumah," terangnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 4 Bawang, Mulud Sugito, membenarkan jaringan internet baru terpasang melalui antena mikrotik yang disebarkan ke empat dusun yang berdekatan dengan lokasi sekolah.

"Kami pasang antena mikrotik di sekolah ini menggunakan dana BOS kenerja dengan anggaran Rp 15,7 juta, lalu hot spotnya kami sebar ke empat dusun seperti, Rejosari, Pranten, Sigemplong dan Bintoro Mulyo," ungkap Mulud Sugito.

Dia menjelaskan, jaringan internet yang dipasang pihak sekolah terbagi menjadi dua, yakni local host dan internet backbone wireless dan masing-masing memiliki kecepatan yang berbeda.

"Local host kami pasang untuk kebutuhan lingkungan sekolah dengan kecepatan akses mencapai 50 Mbps, sedangkan hotspot yang disebar di empat titik atau empat dusun memiliki kecepatan akses hanya 1,5 Mbps dengan alasan tertentu," terangnya.

Mulud Sugito, menambahkan, perbedaan kecepatan akses internet tersebut memang disengaja untuk menyiasati adanya penyalahgunaan fasilitas jaringan internet tanpa bayar atau gratis dari para siswa yang mengakses.

"Hotspot yang bisa ditangkap sinyalnya oleh siswa di dusun hanya untuk keperluan belajar seperti, membuka What's app sekolah, situs pendidikan yang direkomendasikan dan youtube terfilter. Selebihnya tidak bisa karena kecepatanya hanya 1,5 Mbps. Jadi untuk bermain game dan lainya akan susah," paparnya. (Gom)

Post a Comment

 
Top