googlesyndication.com

0 Comment
Pekalongan News
Kapal tongkang lumpur, keruk amphibi dan kapal tug boat, alat berat yang dipergunakan mengeruk lumpur sungai loji
Kota Pekalongan
Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pekalongan Slamet Miftahudin berjanji, Dirinya akan melakukan pengawasan lebih ketat lagi terkait adanya dugaan pemanfaatan fasilitas negara berupa kapal keruk amphibi, kapal tongkang lumpur dan kapal tug boat yang digunakan untuk mengeruk endapan lumpur di depan lokasi dok kapal.

Menurut laporan masyarakat, ketiga alat berat tersebut seharusnya mengeruk lumpur yang menjadi penyebab pendangkalan di sepanjang kali loji guna menanggulangi bencana rob yang sering terjadi. Dan bukan untuk mengeruk lumpur di depan dok kapal.

Dikonfirmasi tentang hal tersebut, Slamet Miftahudin mengaku pihaknya tidak mengetahui adanya dugaan penyalahgunaan pengerjaan pengerukan di lapangan. Selama ini anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 500 juta menurut dia hanya untuk mengeruk lumpur di sepanjang sungai dan menaruhnya di sisi talut untuk menambal kebocoran air, Sehingga diharapkan air rob tidak masuk ke daratan.
"Anggaran sebesar Rp 500 juta itu hanya dipergunakan untuk membeli bahan bakar dan membayar upah pekerja. Sehari 50 liter solar," ungkapnya, Selasa (13/9/16).
Namun demikian, dirinya tidak menampik adanya permintaan masyarakat yang meminta untuk mengeruk lumpur sungai di dekat pemukiman mereka termasuk adanya surat permintaan pengerukan dari sebuah dok kapal.

Bahkan dari pengakuan Slamet Miftahudin, terungkap juga adanya surat pemberitahuan dari Dinas Pertanian Perikanan dan Kelautan (DPPK) yang berisi permintaan agar pengerukan di depan dok kapal tidak usah dikenakan biaya.
"Kami dalam melakukan pekerjaan pengerukan tidak meminta biaya tambahan. Semua murni dari anggaran yang disediakan," jelasnya.
Dari hasil penelusuran di lapangan termasuk berbagai informasi yang didapat, kuat dugaan pengerukan lumpur di dok kapal memanfaatkan celah ketidaktahuan aparat di lapangan. 

Seperti diketahui pendangkalan di sepanjang alur sungai loji terutama di kawasan industri kapal dan dok kapal menyebabkan kapal-kapal besar kesulitan untuk bersandar namun anehnya meski kesulitan sandar, kapal-kapal tersebut lebih banyak memilih bersandar di sisi selatan pelabuhan meski terancam kandas.

Di kawasan pelabuhan kapal yang bersandar dikenakan biaya sandar sebab pengelolaan kawasan tersebut berada dalam kewenangan Perum Perikanan Indonesia sedangkan di sisi selatan pelabuhan berada dalam kewenangan Pemerintah Kota Pekalongan yang tidak dikenakan retribusi sandar alias gratis.

Diduga dengan dalih program pengerukan kali loji, beberapa oknum memanfaatkan celah tersebut agar kawasan tersebut menjadi terbebas dari pendangkalan, sehingga nantinya kapal-kapal besar akan lebih mudah bersandar.

Mengetahui kenyataan tersebut, Kabid SDA DPU Kota Pekalongan, Slamet Miftah mengaku akan mengevaluasi lagi kebijakan yang berpotensi merugikan Pemerintah Kota Pekalongan.
"Kita akan lakukan pengawasan lebih ketat di lapangan. Masukan berharga ini akan kita kaji lebih dalam agar kedepannya kebijakan yang diambil mempertimbangkan rasa keadilan bagi nelayan kecil lainnya," tandasnya.

Post a Comment

 
Top