googlesyndication.com

4 Comment

pekalongan-news.com
Kabupaten Batang

Menjalani hidup sebagai orang yang boleh dikatakan papa, tak membuat Saroji (42 th), warga Kampung Bangunsari, Rt 01 Rw 06, Kelurahan Proyonanggan, Kabupaten Batang menjadi malas. Pria yang sehari-harinya tidak mempunyai pekerjaan tetap ini selalu mencari celah untuk bisa mendapatkan penghasilan.

Sudah dua tahun ini, Saroji dibantu istrinya, Maelisah (37 th) menekuni pekerjaan buruh lipat kardus kemasan sarung yang dikerjakan di rumah.
"Mengambilnya dari pengepul, orangnya masih saudara mas. Ini kalau yang sudah jadi dihargai seratus rupiah perbiji," terang Saroji, Senin malam (11/4/16) di rumahnya.
Dalam sehari, menurut Saroji, Dirinya bisa menyelesaikan antara 100 sampai 200 kotak kemasan sarung.
"Kalau sambil melakukan pekerjaan rumah lainya paling saya dapat 100 kotak. Tapi kalau ngebut sehari bisa dapat 200 kotak," tutur Saroji.
Di Kampung Bangunsari tak kurang 9 keluarga menekuni pekerjaan sebagai buruh lipat kardus kemasan sarung merek terkenal, produk dari salah satu Pabrik sarung terkemuka di Kota Pekalongan.

Dari hasil melipat kardus, ekonomi Saroji sedikit terbantu meski kalau dihitung terbilang kecil untuk ukuran layak.
"Kalau dihitung perhari memang kecil mas, rata-rata Rp 10 ribu. Saya mengambil upahnya sekalian per tiga bulan. Sekali ambil biasanya dapat sampai Rp 700 ribu," jelas Saroji sambil melipat kardus menjadi sebuah kotak.
Perkataan Saroji dibenarkan Maelisah, Istri Saroji yang turut bergabung usai menyelesaikan pekerjaan di dapur.
"Hasil Kerja tiga bulan bisa langsung ludes untuk keperluan sekolah empat anak kami. Memang niatnya untuk tabungan biaya sekolah anak," ungkap Maelisah sambil membantu melipat kardus.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Maelisah tidak bisa terlalu mengandalkan pekerjaan suaminya. Dirinya juga turut membantu ekonomi keluarga dengan menjadi buruh suruhan yang membutuhkan tenaganya.
"Kalau lagi ada pekerjaan, suami saya biasanya bekerja sebagai tukang bersih-bersih pekarangan, ngecat dan lainya. Sementara kalau tidak ada pekerjaan ya melipat kardus mas," tutur Maelisa.
Sayangnya orang seperti Saroji dan Maelisah tidak bisa menikmati manisnya pekerjaan mereka, setiap lebaran tak secuilpun parcel lebaran ia terima dari perusahaan. Padahal, selain dibayar murah. Kontribusi tenaga Saroji dan Maelisah dalam melipat kardus kemasan sarung eksklusif terbilang luar biasa. Untuk satu produk sarung yang kemasanya dikerjakan Saroji, dihargai ratusan ribu rupiah perbuah di pasaran. Sedangkan Saroji hanya dibayar Rp 100 rupiah per kotak kemasan sarung.

Diduga praktek karyawan freelance seperti Saroji sedang marak diterapkan perusahaan-perusahaan untuk menekan biaya yang dikeluarkan seperti untuk menggaji karyawanya.

Perusahaan tak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk jaminan kesehatan, tunjangan kesejahteraan, bonus, THR dan tak perlu memikirkan kenaikan gaji karyawan tiap tahun.

Disinyalir praktek pengalihan fungsi karyawan oleh perusahaan dengan mengambil tenaga freelance sudah marak beberapa tahun terakhir. Celakanya orang-orang seperti Saroji dan Maelisah tak sadar adanya praktik seperti itu karena tidak terhubung langsung dengan perusahaan. Hubungan selama ini hanya melalui pengepul yang menjadi kepanjangan tangan perusahaan.

Mimpi Saroji dan Maelisah tidaklah muluk, dengan ketekunanya dan kesederha naanya, hanya menginginkan keempat anaknya bisa menyelesaikan pendidi kanya dengan layak.
"Biarpun kami orang tuanya bodoh tapi nasib anak-anak kami haruslah lebih baik, kami ingin mereka tuntas menyelesaikan sekolahnya," ucap Maelisa.


Post a Comment

 
Top