Salah satu tim peserta memamerkan kreasinya dari bahan baku sampah yang diolah menjadi produk mainan yang cantik, Minggu (1/11/10) |
Kota Pekalongan
Prihatin dengan kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Degayu yang sudah over loud, Greget Mahasiswa Pecinta Alam (Gemalawa) STAIN Pekalongan berinisiatif menggelar lomba kreasi sampah dan Workshop Konservasi di Auditorium STAIN Pekalongan, Minggu (1/11/15).
Kegiatan lomba diikuti oleh 22 tim dari siswa MTS dan SMP Kota Pekalongan dan Kabupten Pekalongan. Para siswa secara kelompok yang terdiri dari tiga orang diharuskan membuat olahan kreatif berbahan baku sampah menjadi produk barang yang bisa bermanfaat dan mempunyai nilai lebih.
Ketua Umum Gemalawa, Abdul Rozak, saat ditemui di lokasi mengatakan Selain karena prihatin terhadap kondis TPA Degayu juga karena kegiatan ini bertujuan melatih karakter masyarakat untuk lebih cerdas dalam mengolah sampah. Sebab sampah kalau diolah dengan cerdas bisa menghasilkan rupiah.
"Selanjutnya Budaya membuang sampah di kalangan masyarakat sangat perlu kita luruskan, karena sebagian sampah masih bisa kita manfaatkan untuk sesuatu yang berharga, " terangnya.
Rozak juga mengatakan, kerajinan merupakan salah satu bagian dari produk industri kreatif yang mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dan kerajinan yang mempunyai hight quality dapat menjadi kunci dalam menghadapi MEA nanti.
"Kita tahu, ekspor produk kerjinan Asean selama lima tahun terkhir mengalami pertumbuhan 14,11 dengan nilai ekonomi sebesar, 27,8 juta Dollar hanya ditahun 2014 saja. Sehingga peran masyarakat dalam mengilah sampah menjadi produk kreatif berpeluang mendulang rupiah sekaligus diharapkan mampu menghadapi MEA," bebernya.
Direktur Eksekutif Kamar Dagang Industri (Kadin), Yustiana Rainaningsih yang didapuk jadi dewan juri menyampaikan, Indonesia mempunyai banyak peluang, secara persiapan Indonesia juga punya nilai jual. Namun kesadaran masyarakat masih kurang, kita cende rung lebih konsumtif terhadap produk dari luar.
Sebagai gambaran, kata Yustiana, masyarakat lebih memilih membeli mainan import seharga Rp 5000 daripada membeli mainan tradisional yang relatif lebih mahal karena memang hand made bukan produk industr skala besar yang bisa mendongkrak harga lebih rendah.
"Secara umum, sebenarnya bisa membuat mainan sendiri dan harapanya melalui kegiatan seperti ini dapat merubah pola pikir mereka lagian Kota Pekalongan termasuk Kota kreatif yang masyarakatnya sudah terbiasa dengan kreatifitas," ungkapnya.
Ditempat yang sama, Muhammad Mahson dari badan lingkungan hidup (BLH) Kota pekalongan menambahkan, peran serta masyarakat termasuk didalamnya adalah pemuda harus terus berinovasi. Tidak boleh berhenti, khususnya dalam menghadapi permasalahan sampah.
"Sampah merupakan masalah, akan tetapi dilain pihak terutama ditangan kreatif bisa menjadi produk bernilai rupiah," tutupnya.
Post a Comment