googlesyndication.com

0 Comment
Kelayakan Trotoar Berbanding Lurus Dengan Kenyamanan Penggunanya
Ilustrasi Trotoar

Gegap gempita kota menata ulang sarana dan prasarana umum yang dahulu diawali dengan perolehan prestasi bersimbol  Adipura nampak lebih digalakkan pada tahun-tahun belakangan ini. Di seluruh pelosok Daerah Tingkat I maupun Tingkat II seolah berlomba mempercantik lingkungannya. 

Dari taman-taman kecil di suatu pojok jalan, pinggiran jalan, pembatas jalan besar, hingga hingga alun-alun digarap sedemikian rupa layaknya penguasa kota segera menyelenggarakan hajat besar. Sentuhan suasana asri tergambar segera bisa dinikmati para penghuni kotanya sebagai sarana penyegaran rohani. Dimana-dimana hijau dedaunan, beragam warna tertebar di antara bebungaan, berikut kerapian paving block memagari sisi-sisi terpinggir taman.

Adakah keindahan yang sedang diupayakan serta merta menyuguhkan kenyamanan? Bukankah keindahan tidak hanya bisa dinikmati oleh indra penglihatan semata? Masih ada rasa, yang biasanya justru menjadi titik tolak utama dalam proses penilaian bila memang penyegaran rohani yang dikedepankan sebagai sumbangsih pemerintah setempat terhadap khalayak penduduknya.Satu perkara sepele atau taruhlah dianggap remeh bagi suatu masyarakat yang sedang berkembang. Masyarakat yang mendamba kemudahan bepergian. Masyarakat yang berharap bisa berkendara kesana-kemari, dan tidak membutuhkan energi banyak hingga melelahkan.

Persepsi yang tumbuh subur ini menyebabkan tiada terpikirkannya bagaimana mencapai aktivitas bepergian dengan menyertakan kesehatan ataupun anggota masyarakat yang kurang mampu bisa ikut menikmati keindahan melalui rasa nyamannya. Trotoar merupakan faktor penunjang utama yang memberikan sumbangan besar bagi kenyamanan manakala digarap serius. Apalagi baru-baru ini pun mulai diadakan fasilitas yang memudahkan dilewati para penyandang cacat di sarana-sarana umum, seperti rumah sakit, kantor pelayanan, tempat hiburan.Sudah seyogyanya trotoar merupakan suatu bidang datar, rata, berkesinambungan dan menjadi suatu ruang kosong seberapa jauhnya pun terhampar. Meskipun trotoar itu melewati suatu jalan masuk ke suatu pemukiman, perkantoran, ataupun sarana-sarana bangunan umum selayaknya dibiarkan tetap pada kriteria nyamannya. Keterputusan suatu bidang trotoar terkesan membutuhkan upaya lebih bagi para pejalan kaki untuk memanfaatkannya.

Mereka harus turun dulu pada sisi yang satu sebelum naik lagi pada sisi selanjutnya. Kalau pun ada yang berkilah itung-itung berolah raga dengan menggerakkan otot-otot kaki tapi mengapa harus menyajikan resiko kemungkinan terjatuhnya seseorang lain yang kebetulan tidak mewaspadai keharusan naik-turun dalam perjalanannya.Trotoar tidak sekedar bagi pejalan kaki, masih ada pengguna lain yang biasanya naik sepeda, sepatu roda, dan papan luncur. Mereka pun membutuhkan ruang kosong yang panjang tanpa harus terkendala oleh adanya adanya hiruk-pikuk kesibukan suatu bengkel, toko, atau warung yang meluber sampai keluar dari sebatas propertinya. Tidak harus pula menunda selancarnya dikarenakan parkir mobil sembarangan.Selebihnya, trotoar setidaknya terjamin kondisi datar dan ratanya, dimana pemilihan kualitas paving block terjamin akan ketahanannya menahan beban berat dan keterdesakan permukaan oleh akar pohon. Terjaga kebersihannya dari sampah maupun limbah warung makan.Kriteria-kriteria tersebut sebenarnya merupakan kondisi standar yang selayaknya dipenuhi, alih-alih penyertaan sentuhan desain motif sebagai nilai seni tambahan sangat jauh diwujudkan. Sanggupkah kita melakukannya? 

(Arry Anand Pekalongan-news.com)
By: Arry Anand (Praktisi Metafisika dan Pengamat layanan Publik tinggal di Pekalongan)


Post a Comment

 
Top