Pekalongannews, Kota Pekalongan - Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Irene Umar mengunjungi Kota Pekalongan, Sabtu (28/6/2025). Dalam lawatan perdananya ke kota batik itu, Irene menyebut Pekalongan bakal jadi prioritas dalam agenda kerjanya.
"Pekalongan will definitely be on my map!" ujar Irene saat ditemui di Museum Batik Pekalongan.
Perempuan yang baru dilantik Mei lalu itu mengaku takjub dengan kekuatan budaya batik dan geliat pelaku ekonomi kreatif di Pekalongan. Hanya dalam waktu kurang dari 24 jam, Irene menyerap langsung denyut kreativitas kota yang dikenal sebagai sentra batik nasional.
"Aku baru nyampe semalam, langsung diajak makan makanan khas Pekalongan. Itu buat aku pengalaman luar biasa sih," katanya antusias.
Tak hanya kagum dengan budaya dan kuliner lokal, Irene juga memuji komitmen Pemerintah Daerah serta semangat para pelaku ekraf lintas generasi. Menurutnya, Pekalongan tak sekadar menjaga warisan budaya, tapi juga aktif menjawab tantangan keberlanjutan.
"Bukan cuma diangkat jadi isu, tapi sudah ada solusi nyatanya," ungkap Irene.
Salah satu yang mencuri perhatiannya adalah penggunaan kemasan ramah lingkungan yang dipadukan dengan storytelling produk.
"Ini keren banget! Nggak cuma ganti plastik, tapi ada cerita di balik kemasan itu. Jadi ketika orang beli, mereka tahu mereka lagi support apa dan siapa," tambahnya.
Irene menegaskan kunjungannya ke Pekalongan bukan sekadar seremonial.
"Kita maunya kunjungan ini jadi bagian dari long weekend yang produktif, bukan cuma jalan-jalan doang," tegasnya.
Sebagai langkah awal, Irene mengatakan akan meminta data riset langsung dari pelaku ekonomi kreatif di daerah.
"Daripada kita dari pusat sok tahu, lebih baik tanya langsung ke pelaku. Itu immediate step-nya," jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya koordinasi lintas pihak, baik internal Kemenparekraf, kementerian lain, hingga Pemda.
"Kalau nggak gitu, cuma datang, makan, ngobrol, pulang. Kan nggak benar juga," katanya.
Ketika ditanya apakah Pekalongan perlu pusat riset ekraf, Irene menjawab diplomatis. Ia justru melihat Museum Batik sudah cukup mewakili fungsi tersebut.
"Museum Batik ini aja udah cukup kok jadi center. Apalagi sekarang tren anak muda kan work from anywhere," ucapnya.
Irene menilai pembangunan fisik belum tentu jadi jawaban.
"Kita harus bertanggung jawab pada pajak masyarakat. Jangan sampai bikin sesuatu yang akhirnya nggak kepake," tandasnya.
Irene juga menyoroti tren batik pewarna alami yang mulai banyak dikembangkan, termasuk di Pekalongan. Menurutnya, produk ramah lingkungan kini jadi primadona pasar dunia.
"Kenapa harus alami? Karena ramah lingkungan, bahannya bisa diambil dari lokal, dan pasar—terutama internasional—lagi nyari yang sustainable," jelasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya pengolahan limbah secara komprehensif.
"Harus dipikirkan dari hulu sampai hilir," tegasnya.
Dengan semua potensi yang dimiliki, Irene optimis Pekalongan bisa jadi model pengembangan ekraf nasional.
"Dari komitmen pemerintah daerah sampai semangat para pejuang ekraf-nya, saya optimis banget. Yuk kita push bareng-bareng," pungkasnya.
"Pekalongan will definitely be on my map!" ujar Irene saat ditemui di Museum Batik Pekalongan.
Perempuan yang baru dilantik Mei lalu itu mengaku takjub dengan kekuatan budaya batik dan geliat pelaku ekonomi kreatif di Pekalongan. Hanya dalam waktu kurang dari 24 jam, Irene menyerap langsung denyut kreativitas kota yang dikenal sebagai sentra batik nasional.
"Aku baru nyampe semalam, langsung diajak makan makanan khas Pekalongan. Itu buat aku pengalaman luar biasa sih," katanya antusias.
Tak hanya kagum dengan budaya dan kuliner lokal, Irene juga memuji komitmen Pemerintah Daerah serta semangat para pelaku ekraf lintas generasi. Menurutnya, Pekalongan tak sekadar menjaga warisan budaya, tapi juga aktif menjawab tantangan keberlanjutan.
"Bukan cuma diangkat jadi isu, tapi sudah ada solusi nyatanya," ungkap Irene.
Salah satu yang mencuri perhatiannya adalah penggunaan kemasan ramah lingkungan yang dipadukan dengan storytelling produk.
"Ini keren banget! Nggak cuma ganti plastik, tapi ada cerita di balik kemasan itu. Jadi ketika orang beli, mereka tahu mereka lagi support apa dan siapa," tambahnya.
Irene menegaskan kunjungannya ke Pekalongan bukan sekadar seremonial.
"Kita maunya kunjungan ini jadi bagian dari long weekend yang produktif, bukan cuma jalan-jalan doang," tegasnya.
Sebagai langkah awal, Irene mengatakan akan meminta data riset langsung dari pelaku ekonomi kreatif di daerah.
"Daripada kita dari pusat sok tahu, lebih baik tanya langsung ke pelaku. Itu immediate step-nya," jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya koordinasi lintas pihak, baik internal Kemenparekraf, kementerian lain, hingga Pemda.
"Kalau nggak gitu, cuma datang, makan, ngobrol, pulang. Kan nggak benar juga," katanya.
Ketika ditanya apakah Pekalongan perlu pusat riset ekraf, Irene menjawab diplomatis. Ia justru melihat Museum Batik sudah cukup mewakili fungsi tersebut.
"Museum Batik ini aja udah cukup kok jadi center. Apalagi sekarang tren anak muda kan work from anywhere," ucapnya.
Irene menilai pembangunan fisik belum tentu jadi jawaban.
"Kita harus bertanggung jawab pada pajak masyarakat. Jangan sampai bikin sesuatu yang akhirnya nggak kepake," tandasnya.
Irene juga menyoroti tren batik pewarna alami yang mulai banyak dikembangkan, termasuk di Pekalongan. Menurutnya, produk ramah lingkungan kini jadi primadona pasar dunia.
"Kenapa harus alami? Karena ramah lingkungan, bahannya bisa diambil dari lokal, dan pasar—terutama internasional—lagi nyari yang sustainable," jelasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya pengolahan limbah secara komprehensif.
"Harus dipikirkan dari hulu sampai hilir," tegasnya.
Dengan semua potensi yang dimiliki, Irene optimis Pekalongan bisa jadi model pengembangan ekraf nasional.
"Dari komitmen pemerintah daerah sampai semangat para pejuang ekraf-nya, saya optimis banget. Yuk kita push bareng-bareng," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment