googlesyndication.com

0 Comment
Mengukur Daya Saing Pasar Indonesia Menghadapi MEA
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 
Pasar produk dan jasa di asia tenggara pada awal 2016 nisacaya kian terbuka. Semua negara di kawasan ASEAN harus bersiap, siap menjaga sendiri, siap mengisi pasar tetangga.

Sebagian pihak berpendapat, tak perlu risau menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku akhir 2015. Terlebih lagi sejak, bea masuk banyak produk di lingkup AS
EAN sudah nol persen.

Artinya, dinamika aktivitas perdagangan produk di Asia Tenggara pada 2016 tidak akan jauh berbeda dengan saat ini.

Lalu, Bagaimana dengan kondisi medan persaingan di sektor jasa? nah, sepatutnya disini titik berat perhatian di arahkan. Apalagi berbeda dengan perdagangan barang yang terkadang mencatatkan surplus, Indonesia selalu defisit di sektor jasa. Defisit Abadi, setidaknya sampai kini.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang di rilis Bank Indonesia menunjukan kondisi yang parah itu. Pada 2012, jasa defisit 9,971 miliar dollar AS. Pada 2011 dan 2012, defisit bertambah besar masing-masing 9,803 milliar dollar AS dan 10,564 milliar dollar AS. Pada 2013, defisit kembali membengkak menjadi 12,071 milliar dollar AS.

Mari sejenak kita cermati perbandingan upah minimum  pekerja di antara negara-negara ASEAN 
Merujuk data The 23rd Survey of Investment Related costs In Asia and Oceania, Jetro (2013), upah minimum di Indonesia tertinggi ketiga di ASEAN.

Perincianya, upah minimum di Singapura 296 dollar AS, Malaysia 296 dollar AS, Indonesia 226 
dollar AS, Fillipina 220 dollar AS, dan Thailand 197 dollar AS, adapun upah minimum di Viet
nam 113 dollar AS, Kamboja 80 dollar AS, Laos 78 dollar AS, dan Myanmar 39 dollar AS.

Alhasil, ditinjau dari sisi upah minimum, ada tujuh negara lain di ASEAN yang Lebih menarik
di masuki pelaku bisnis dibandingkan Indonesia. Upah minimum di tujuh negara tersebut lebih
rendah.

Sebaliknya, tingkat pengupahan di Indonesia yang tertinggi ketiga di ASEAN justru dilirik para pekerja negara lain. Dengan kata lain, pasar jasa Indonesia juga berpotensi diincar atau diisi tenaga kerja dari negara tetangga yang upahnya lebih rendah.

Pasar domestik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak pelak membutuhkan layanan logistik dan
jasa terkait lainya. Jika pelaku di dalam negri lalai atau lemah menggarap, penyedia jasa dari luar negri yang akan mengisi.

Tantangan meningkatkan produktivitas pun belakangan kerap didengungkan. Produktivitas peker
ja akan berimplikasi pada daya saing dunia usaha.

Mengacu data Asian Productivity Organization Databook 2013 yang menggunakan data basis 2011
, tingkat produktivitas pekerja Indonesia berdasarkan produk domestik bruto adalah nomor lima di ASEAN, yakni 9500 dollar AS. Produktivitas itu kalah dari brunai yang sebesar 92.300 dollar AS, dan Thailand 15.400 dollar AS.

Tingkat produktivitas pekerja indonesia lebih tinggi dibandingkan Fillipina yang sebesar 9200 dollar AS, Vietnam 5500 dollar AS, Laos 5000 dollar AS, kamboja 3600 dollar AS, dan Myanmar 3400 dollar AS. 

Gambaran seperti ini memberikan pesan agar pemangku kepentingan bahu-membahu meningkatkan daya saing. Indonesia harus memetik manfaat berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean yang tinggal berbilang bulan. Sekarang saatnya mengukur diri dan mengasah kekuatan. Janagan ter lambat! 


( c Anto Saptowaluyo )

Post a Comment

 
Top