googlesyndication.com

1 Comment
Kota Pekalongan
Ada kisah menarik tentang keterkaitan batik dengan gerakan perjuangan melawan tirani. Di masa lalu, belum afdol rasanya kalau seorang pembatik dalam hal ini para juragan batik di Pekalongan tidak menyeponsori para tokoh pergerakan terkemuka negeri ini atau bahasa lokalnya 'ngopeni' para pemimpin pergerakan di Indonesia.

Pemerhati Sejarah Pekalongan, Dirhamsyah dalam acara 'Kojahan Batik' di peringatan Hari Ulang Tahun Musium Batik ke-10 semalam mengatakan, bahwa batik selain sebagai identitas budaya juga sebagai alat komunikasi yang erat kaitanya dengan gerakan perjuangan.

"Tokoh besar seperti, Soekarno, Kartoswiryo, Adam Malik dan lain sebagainya menjadikan batik sebagai sarana untuk menjalin hubungan atau relasi dalam konteks perjuangan melawan penjajah," Ungkap Dirham dalam salah satu monolognya semalam, Sabtu (29/7/15).
Dirham melanjutkan, orang-orang Pekalongan mengenal pergerakan dari para tokoh pergerakan yang singgah di Kota Batik, bahkan para juragan batiklah yang selalu menyediakan tempat dan sumbangsih anggaran untuk perjuangan.
"Selama sebulan, Soekarno pernah di Pekalongan. Singgah dan berinteraksi dengan para juragan batik," terangnya.
Dalam sejarahnya, ketika batik pernah berjaya di tahun 1930-an tercatat ada 1195 pembatik pribumi di Pekalongan dan hanya 3 orang indo eropa yang menekuni batik sementara pembatik keturunan tionghoa ada 60-an orang.
"Hebatnya sejak abad 18, ada dua orang peranakan china Pekalongan atau keturunan pembatik tionghoa yang masih bertahan hingga sekarang. Salah satunya keluarga Oey Soe Tjun," jelas Dirham.
Dalam sebuah catatan sejarah lagi menurut Dirham, di tahun 1923 pernah terjadi even pekan batik nasional yang dihelat di alun-alun Kota Pekalongan yang sekarang.
"Itu salah satu peristiwa besar yang terjadi di Pekalongan pada masa itu," ujarnya.
Dan hal yang paling penting dalam sejarah perjalanan batik di Indonesia adalah sosok salah satu Bupati Pekalongan yang masih keturunan tionghoa muslim, Adipati Djayanigrat yang berinisiatif menanam sebuah tanaman yang berasal dari daratan eropa untuk dikembangkan di Pekalongan.
"Dan dari tanaman inilah pewarna alam biru indigo ditemukan oleh sang Bupati. Sejak itu warna biru indigo melengkapi sejumlah warna yang sudah kita dikenal sebelumnya," papar Dirham.
Sementara itu dalam acara HUT Musium Batik ke-10 semalam juga meghadirkan Begawan Batik kondang, Dudung Alisyahbana yang mengetengahkan tema memahami batik tidak saja secara teks tapi juga harus secara konteks karena batik juga memiliki nilai spiritual yang tinggi.

Post a Comment

 
Top