-->

Daya Beli Turun, Manufaktur Stagnan: Mengapa Ekonomi Indonesia Diklaim Tumbuh?

Pekalongan News
Tuesday, August 12, 2025, August 12, 2025 WIB Last Updated 2025-08-12T15:34:14Z
Daya Beli Turun, Manufaktur Stagnan: Mengapa Ekonomi Indonesia Diklaim Tumbuh?
Pekalongannews - Pemerintah mengumumkan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen di tengah perlambatan ekonomi global. Secara nominal, angka ini memang impresif. Namun, jika ditelaah lebih dalam, berbagai indikator mikroekonomi menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara klaim tersebut dengan kondisi faktual di lapangan.

Fenomena ini oleh sebagian kalangan dianalogikan sebagai window dressing—sebuah istilah dalam dunia keuangan yang menggambarkan upaya mempercantik laporan agar tampak sehat di permukaan, meski kondisi riilnya belum tentu demikian.

Klaim penurunan tingkat pengangguran dan penguatan sektor manufaktur, misalnya, justru bertolak belakang dengan tren penurunan harga komoditas, meningkatnya ketergantungan impor, serta melemahnya daya beli masyarakat. Ketiga indikator ini, dalam teori ekonomi makro, seharusnya menjadi sinyal peringatan bahwa pertumbuhan tersebut mungkin bersifat semu atau tidak merata.

Persoalan lain muncul pada metodologi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur kemiskinan. BPS saat ini masih menggunakan garis kemiskinan setara 2,5 dolar PPP per hari—standar yang berlaku di negara berpenghasilan rendah. Dengan pendekatan ini, jumlah penduduk miskin hanya tercatat sekitar 24 juta jiwa.

Namun, jika menggunakan standar Bank Dunia untuk negara upper middle income (5 dolar PPP per hari), jumlah penduduk miskin Indonesia akan melonjak menjadi 68 juta jiwa. Bahkan, jika garis kemiskinan disesuaikan ke 6,5 dolar PPP, angkanya dapat mencapai 190 juta jiwa. Perbedaan metodologis ini sangat signifikan dalam menilai kesejahteraan masyarakat dan menentukan arah kebijakan publik.

Fenomena sosial seperti munculnya istilah “rojali” (rombongan jarang beli) dan “rohana” (rombongan hanya nanya) semakin mempertegas penurunan daya beli masyarakat. Dalam perspektif ekonomi konsumsi, kondisi ini berlawanan dengan klaim pertumbuhan ekonomi tinggi, karena konsumsi rumah tangga yang kuat seharusnya menjadi motor utama pertumbuhan.

Sejumlah ekonom, mendorong agar angka pertumbuhan tersebut diaudit oleh lembaga internasional seperti PBB. Audit independen diperlukan demi menjaga kredibilitas data dan memastikan kebijakan ekonomi tidak didasarkan pada informasi yang bias.
Komentar

Tampilkan

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *

TERKINI