googlesyndication.com

0 Comment

Kota Pekalongan-Ditengah permasalahan limbah dan sampah di kota pekalongan, serta budaya konsumstif terhadap mainan yang relatif harus mengeluarkan biaya dalam mendapatkannya, menghidupkan kembali permainan-permainan anak tradisional tampaknya harus dilakukan. Hal itu di katakan oleh Mushofa Basyir, Pakar Penelitian sekaligus penyelenggara Festival Permainan Tradisional di Kelurahan Tirto, Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Minggu (16/11).

Puluhan permaianan dari bahan yang relatif mudah didapatkan, minggu (16/11) bisa dijumpai dalam acara tersebut. Tampak puluhan warga berkompetisi dalam membuat permainan dari bahan-bahan yang relatif mudah didapat dilingkungan sekitar. Congklak, panggalan, serta maianan lain yang terbuat dari limbah, sampah, dan barang-barang bekas. Tidak hanya anak-anak saja yang ikut terlibat dalam perlombaan ini, melainkan orang tua juga turut berpartisipasi dalam kompetisi tersebut.

“memang tidak hanya anak-anak saja, orang tua juga dituntut untuk bisa membuat sendiri mainan tradisional. Karena bagaimana pun juga, kala orang tua dibenturkan dengan permasalahan ekonomi, permaianan tradisionallah yang kiranya tepat untuk menghadapi situasi seperti itu” kata pria yang kesehariannya di Pusat Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN pekalongan itu.

Ia menjelaskan keprihatinannya terhadap realita kehidupan anak yang kala ingin memiliki sebuah permainan harus dituntut membeli dan ironisnya permainan yang dibelinya cenderung permaianan-permainan impor. 

“padahal permaianan tradisional lebih relatif murah mendapatkannya, dan disamping itu ada nilai pelestarian terhadap budaya tradisional juga melestarikan lingkungan.” Bebernya.
Dalam festival tersebut, tidak hanya diperuntukkan kepada anak saja, melainkan pemuda dan orang tua. Mereka berkompetisi membuat mainan dengan tangan sendiri.

 “orang tua justru yang menjadi sasaran utama kami, karena merekalah yang tau permaianan-permainan masa kecil mereka. Dan pemuda juga dituntut bisa lebih menginovasikan.” Imbuhnya.
Sementara Khoirun Nikmah, 14, mengaku dengan melihat puluhan mainan dalam festival tersebut ia bisa sewaktu-waktu membuatnya sendiri untuk menghibur adiknya di rumaha kala rewel. 
“ada beberapa maianan yang saya lihat proses pembuatannya sangat mudah. Sehingga lain waktu saya akan membuatkannya untuk menghibur adik saya” katanya.
Ahli Psikologi Anak, Sri Mumun Muniroh, mengatakan permaianan anak tradisional lebih dipengaruhi oleh kebijakan orang tua dalam memilihkan permaianan untuk anakanya. Melihat orang tua sekarang cenderung lebih memilih yang instan.
“dalam kacamata perkembangan, dunia anak merupakan dunia bermain. Terkait pemilihan permaianan untuk anaknya tergantung kebijakan orang tua. Dan orang tua sekarang cenderung tidak mau direpotkan. Ia memilih merogoh gocek lebih untuk membelikan permaianan untuk anaknya. dan hal ini yang justru lebih mempengaruhi kepunahan dari budaya permaianan tradisonal yang relatif ekonomis” paparnya.

Post a Comment

 
Top