googlesyndication.com

0 Comment
Pekalongan News
aksi teatikal pertempuran 3 0ktober di kota Pekalongan
Pekalongan - Peristiwa bersejarah ini merupakan momen herois masyarakat Pekalongan menyambut proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.
Permasalahan yang timbul dalam peristiwa ini adalah usaha pengambil alihan kekuasaan pemerintahan dari tangan Jepang di Pekalongan. 

Namun perundingan yang diadakan di Markas Kempetai yang sekarang menjadi Masjid Syuhada Pekalongan, mengalami kegagalan karena berubah menjadi pertempuran antara masyarakat Pekalongan dengan pihak Jepang.

Seperti halnya di daerah lain di Indonesia, rakyat Pekalongan merasakan penderitaan akibat pendudukan Jepang. Permerasan bidang sosial, budaya dan ekonomi serta politik terasa sekali bagi masyarakat.

Di Pekalongan suasana 17 Agustus 1945 tenang - tenang saja.Isu kemerdekaan mulai ada, meskipun belum jelas dan hanya ada dalam taraf bisik - bisik saja, karena takut kepada Jepang yang masih bersenjata lengkap. B Suprapto, karyawan Sendenbu Pekalongan dua hari setelah proklamasi kemerdekaan datang dari Jakarta mengabarkan bahwa Bung Karno dan Bung Hatta telah memproklamasikan negara Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945,serta berpesan agar Angkatan Muda untuk menyebarluaskan berita proklamasi, bersikap waspada serta siap menghadapi segala kemungkinan.

Dengan dibantu pemuda-pemuda pengurus BPKKP ( Badan Penolong Keluarga Korban Perang ), yang diakui oleh Jepang berperan penting dalam penyiaran berita proklamasi di daerah Pekalongan, sehingga rakyat Pekalongan dimana-mana memperbincangkan proklamasi.

Kegembiraan rakyat Pekalongan terhadap proklamasi kemerdekaan RI diwujudkan dalam sikap penuh kegembiraan, hilangnya ketakutan terhadap Jepang serta dengan bangga memakai lencana merah putih yang terbuat dari kain. Di pihak Jepang berita prokiamasi ini tetap dirahasiakan. Baru Tanggal 22 Agustus 1945 di kantor Syucho Pekalongan bahwa tentara Sekutu akan datang, dan Jepang sendiri tak menyinggung proklamasi kemerdekaan RI,apalagi menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada bangsa Indonesia.

Pada tanggal 28 Agustus 1945 di Pekalongan terbentuk Komite Nasional. Indonesia Daerah Karesidenan Pekalongan.Ketua KNID Pekalongan adalah Dr Sumbaji. Pengurus KNID Pekalongan menganjurkan suatu Badan Kontak yang terdiri dan wakil – wakil aliran politik masyarakat, dengan tujuan menampung aspirasi rakyat, agar segala tindakan bisa manunggal. dan terkoordinasi, sebab sejak Pendudukan Jepang partai politik dilarang.Setelah dimintakan saran dan Mr Besar, yang menjabat sebagai Fuku Syuchokan di Pekalongan, kesimpulannya Badan kontak formal tak perlu dibentuk. Namun kontak dan koordinasi diserahkan kepada Badan Eksekutip KNID Pekalongan yang telah memiliki legalitas. Selain itu untuk tidak menimbulkan kecurigaan dan pihak Jepang.

Kelompok BPKKP, Kelompok KNID, dan Angkatan Muda yang diwakili pemuda Mumpuni dan Margono Jenggot, selalu berunding di kantor BPKKP (sekarang bekas kantor DeppenKodya Pekalongan).

Pertemuan antar kelompok wakil-wakil masyarakat Pekalongan memutuskan untuk berunding dengan pihak Jepang sesuai dengan diktum proklamasi yakni hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya . Untuk keperluan pengambilalihan kekuasaan ini diputuskan agar Mr Besar. Dr Sumbaji dan Dr Ma’as menghadap Syuchokan untuk mengadakan perundingan tentang pengambilalihan kekuasaan di Pekalongan.

Suasana di Pekalongan semakin memanas dan pihak Jepang akhirnya tidak menolak untuk berunding dengan tokoh-tokoh Pekalongan. Perundingan ditetapkan tanggal 1 Oktober 1945 jam 10.00 di kantor Syucho. Namun secara mendadak pihak Jepang minta perundingan ditunda dua hari karena situasi yang gawat di Semarang. Usul Pengunduran dirundingkan bersama di rumah Mr Besar dengan angkatan muda dan akhirnya ditentukan :

Mundurnya perundingan digunakan sebaik-baiknya oleh para pemuda untuk mengerahkan massa mengikuti jalannya perundingan di markas Kempetai yang sekarang menjadi gedung Pemuda di Jl. Pemuda Pekalongan.

Sejak pagi hari masyarakat Pekalongan berbondong bondong membanjiri depan markas Kempetai dan sekitar taman KebonRojo di sekitar Jl. Pemuda Sekarang, untuk mengikuti jalannya perundingan antara tokoh masyarakat Pekalongan dengan pihak Jepang mengenai pengambilalihan kekuasaan pemerintahan dan tangan Jepang. 

Delegasi Indonesia dengan berjalan kaki dari rumah Mr Besar menuju markas Kempetai.Mereka dielu-elukan massa dengan teriakan “Hidup Republik Indonesia, jangan mundur dari tuntutan. Hidup wakil-wakil rakyat Pekalongan 

“Rombongan diantar sampai gerbang markas Kempetai dengan sorakan dan teriakan massa“ Jangan mau tawar, Jangan mundur dari tuntutan.Berhasilah, kami menunggu. Kami tidak akan bubar sebelum bapak-bapak kembali, kembali dengan selamat, “ jelasnya.

Pemuda Rahayu dan Bismo dengan berani menancapkan bendera merah putih di atap markas Kempetai,dalam rangka mengobarkan semangat rakyat. Sementara tokoh ulama yang bernama kyai H. Syafei memimpin dan mengerahkan massa rakyat. 

Pada saat itu juga para pemuda menyandera orang Jepang Sakura ( Jepang yang ditugasi urusan sipil ) maupun lainnya kurang lebih 15 orang di ruangan kantor Syucho yang tak begitu luas. Mereka dijaga puluhan pemuda dengan senjata yang bermacam-macam. Ancaman pemuda adalah akan membunuh tawanannya bila perundingan gagal.
Anggota Eksekutif KNI yakni Kromo Lawi, Kyai Moh Ilyas sampai perundingan dimulai ternyata tidak hadir.

Mr Besar membuka perundingan dengan terlebih dahulu memperkenalkan delegasi Indonesia dilanjutkan mengemukakan maksud kedatangan dan tujuan mengadakan perundingan dengan pihak Jepang.Pihak Jepang menyambut dengan pertanyaan mengapa pihak Indonesia datang dengan membawa massa yang banyak ? karena hal ini akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Dr Sumbaji selaku ketua delegasi menyatakan perlunya tindak lanjut setelah adanya proklamasi kemerdekaan, yakni terlaksananya pemindahan kekuasaan dan pemerintah Jepang kepada Indonesia dengan damai , serta disampai kan tuntutan 3 pasal dengan harapan Jangan sampai terjadi insiden yang dapat mengorbankan rakyat banyak.

Tokonami menjawab bahwa, pemerintah Bala Tentara Dai Nippon sudah mendengar adanya proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta tanggal 17 Agustus1945 di Jakarta, namun di daerah ini pemenintah Dai Nippon tidak bisa menerima keinginan pihak Indonesia karena pihaknya masih berkewajiban menjaga status quo yang ada demi kepentingan , keamanan dan keselamatan rakyat. Pihak Jepang memahami tuntutan delegasi Indonesia, tetapi pihaknya terikat dengan Sekutu bahwa sebelum ada instruksi dan Dai Nippon di Jakarta , pihaknya ada instruksi dan Dai Nippon di Jakarta , pihaknya masih bertanggungjawab untuk mempertahankan status quo. Kemudian Dr Maas angkat bicara, bahwa sebenarnya tentang pemindahan kekuasaan sudah tiada persoalan lagi,karena Jendral Terauchi telah berjanji waktu bertemu Bung Karno di Bangkok akan memerdekakan Indonesia. Bukankah sekarang sudah tepat pada waktunya ? Seorang Kempetai melaporkan bahwa ada wakil pemuda yang akan bertemu Dr Sumbaji. Setelah diijinkan, Mumpuni dan Margono berbicara langsung dengan Dr Sumbaji dengan nada keras : “Sudahkah perundingan selesai ? jangan terlalu lama rakyat tidak sabar menunggu.

Ketika penterjemah Jepang sedang rneneterjemahkan Pembicaraan Dr Sumbaji, sekonyong-konyong terdengar suara letusan senjata diluar. Keadaan menjadi sunyi terdengar teriakan serbu, serbu dari luar.Delegasi Jepang segera meninggalkan sidang masuk ke ruangan Kempetai .Sementara delegasi Indonesia ditinggal begitu saja.
Mr Besar bersama rombongan meninggalkan markas Kempetai lewat pintu belakang. Rakyat banyak menjadi korban mitraliur Jepang yang memberondong massa. Perundingan belum selesai dan gagal, yang ada hanya korban dan rakyat yang tak berdosa.Jepang Sakura yang ditawan para pemuda pun tak luput dari pembunuhan massa yang marah akibat kejadian yangtidak mereka inginkan.Rakyat lari cerai berai menyelamatkan diri dari sasaran tembakanJepang.Rakyat yang terluka banyak yang melarikan diri tapi tak kuat dan terjatuh di sekitar taman Pasar Ratu di depan markas Kempetai.Mereka yang luka dan dapat lolos dan keributan akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Kraton.

Tidak banyak diketahui korban dipihak Jepang,karena yang mati dan yang luka dapat dilarikan.Namun banyaknya darah yang menggenangi lantai tawanan Jepang menjadi saksi berapa banyak Jepang yang terbunuh. Sementara dipihak rakyat Pekalongan yang menjadi korban cukup banyak, yakni 37 orang meninggal dan 12 orang menjadi cacat. Berdasarkan laporan beberapa penulis dan pelaku sejarah ada kesimpangsiuran mengenai jumlah korban yang meninggal, meskipun hitungan yang cacat sama, yakni 12 orang.

Beberapa pendapat mengenai korban yang dapat dihimpun penulis antara lain :
  1. Menurut buku Pengabdian Resimen XVII kepada bangsa dan negara, mencatat korban meninggal 35 orang dan mereka tergeletak selama 2 hari di halaman gedung Kempetai.
  2. Menurut catatan DHC 45 Pekalongan dalam tulisannya yang berjudul, Perjuangan Pemuda Pekalongan mengusir Jepang di Pekalongan 3 Oktober 1945 menuliskan pahlawan yang gugur 36 orang, seorang meninggal di depan kantor Kempetai.
  3. M. Syaichu dalam bukunya yang berjudul Sekilas perjalanan hidupku melaporkan bahwa korban dipihak pejuang sebanyak 32,tetapi ada yang mencatat 37 orang dan yang cacat 12 orang.
  4. Dalam buku Pekalongan Kota Batik menuliskan tentang 35 Pahlawan gugur dalam pertempuran 3 Oktober 1945 korban tewas 35 orang, cacat 12 orang.
  5. Menurut daftar nama pahlawan yang gugur melawan Kempetai Tanggal 3 Oktober 1945,dari paguyuban keluarga pahlawan 3 Oktober 1945 adalah :

  1. Mi’an B. Dasim 
  2. Ramlan B Sitorus
  3. N.Tjusiah binti Tjaman
  4. Barkon
  5. Salap
  6. Hufron B. R. H. Agus 
  7. Mijako B. Subali
  8. Amat Baroch B. M. Patih
  9.  Soedjati
  10. Abdoel Latief 
  11. Abu
  12. Tjarjadi
  13. Tojib
  14. Rifai
  15. Ating
  16. Andang
  17. Sidar
  18. Bakri
  19. Ridwan
  20. Tjardi
  21. Amien
  22. Muchani B. koetjit
  23. Mustadji B. Saleh
  24. Moedidjat
  25.  Ibnu B. Sabu
  26. Tasiman
  27.  Amat B. Santi
  28. M. Jahja B. Soetardjo
  29. Azin B. H. Ali
  30. Mailburi B. Denan
  31. Sech B. MachmudAlidrus
  32. Moenawir B Djauhari
  33. Salim
  34. Imam bin HAI
  35. R. Soebagyo
  36.  Martono
  37.  M.Soemardi
Setelah pertempuran yang tak seimbang terjadi, rakyat akhirnya bubar, sementara korban bergeletakan di sekitar markas Kempetai. Suasana sunyi.Dan hanya ada beberapa anggota Kempetai yang berjaga-jaga diluar markas dengan bayonet terhunus. 

Tokoh masyarakat,anggota delegasi berusaha mengatasi masalah dengan menghubungi ke Semarang, karena kawatir pihak Jepang akan membalas dendam terhadap masyarakat.Interlokal dengan B Suprapto diperoleh jawaban bahwa Semarang tidak dapat membantu, sebab Semarang sendiri keadaannya masih gawat.

Eks Daidancho H Iskandar Idris menghubungi Eks Daidancho Sudirman di Purwokerto per telpon mengenai kasus di Pekalongan, dan minta bantuan agar dapat menghubungi penguasa tentara Jepang untuk wilayah karesidenan Banyumas dan Pekalongan.

Daidancho Sudirman menyetujui disanggupi dan akan memberitahukan kepada Pekalongan lebih lanjut.

Anggota Palang Merah Indonesia yang waktu itu masih embrio, seperti Dr Agus Muljadi, JJ Tupamahu, Dr IS Lisapaly, Dr Sunarjo Said, Dr Sumbaji menolong korban yang masih bergelimpangan di sekitar markas Kempetai.Pihak Jepang memperbolehkan sukarelawan yang mengurus korban pertempuran harus tenaga wanita dokter sendiri. Sukarelawan wanita yang aktif membantu antara lain Hardinar Mulyadi (Ny. Maryono,SH), dan Mary Soemakno (Istri mantan KAPOLRI Hugeng). Jenazah di semayamkan di Rumah Sakit Kraton sebentar, lalu dimakamkan.Makam ini sekarang bernama Taman Makam Pahlawan Rekso Negoro di desa Panjang.

Tanggal 5 Oktober 1945 diterima kabar dari Purwokerto bahwa penyelesaian berhasil dengan baik . Hubungan kantor Kempetai lewat telepon yang diblokir pihak republik, supaya dibuka kembali agar Butaicho penguasa militer Jepang untuk karesidenan Banyumas dan Pekalongan dapat langsung memberi perintah kepada satuan tentara Jepang di Pekalongan.
Hasil perundingan dari eks Daidancho Sudirman hampir memenuhi harapan rakyat Pekalongan, yakni :
  1. Seluruh Bala Tentara Jepang dan Jepang sipil akan dijemput oleh Butaicho dari Purwokerto dan akan diangkut dengan truk ke Purwokerto.
  2. Semua peralatan perang akan ditinggalkan dan diserahkan kepada eks Daidancho Pekalongan.
  3. Pemerintahan dipindahkan kepada pejabat Indonesia secara geruisloos.(tanpa upacara dan tanpa timbang terima).
  4. Tanggungjawab keamanan dan ketentraman menjadi tanggungjawab orang Indonesia.
  5. Eks Daidancho Pekalongan supaya menjemput utusan Butaicho dari Purwokerto di Tegal. Perjalanan dan pulangnya mengangkut orang-orang Jepang jangan sampai terganggu atau ada provokasi dari pihak pemuda.
  6. Penyerahan senjata tersebut butir 2, dilaksanakan setelah sampai di Tegal secara geruisloos.
Ketentuan-ketentuan itu akhirnya diterima rakyat Pekalongan dengan gembira dan pelaksanaannya berjalan dengan aman tertib dan lancar.

Peristiwa 3 Oktober 1945 sudah 69 tahun berlalu,namun semangat perjuangan rakyat Pekalongan tak pernah padam.Dan untuk mengenang pengorbanan pikiran, tenaga serta jiwa dan raga para pejuang, maka dibekas markas Kempetai dibangun sebuah monumen untuk memperingati peritiwa 3 Oktober di Pekalongan, yang peresmiannya dilaksanakan Tanggal 20 Mei l964. Monumen perjuangan ini dipugar beberapa kali, dan akhirnya Tanggal 3 Oktober1983 oleh pemerintah daerah kodya Pekalongan dibuatkan monumen yang megah di depan bekas markas Kempetai yang dahulu bernama taman Kebon Rojo Pekalongan. Letak monument di Kebon Rojo karena daerah ini juga tempat terjadinya peristiwa yang herois tersebut.
Pemda Dati II Kodya Pekalongan pun telah membuat peraturan daerah No 5 tahun 1983 tentang Penetapan Tanggal 3 Oktober sebagai hari peringatan pertempuran di Pekalongan.
Dari sejarah pertempuran 3 Oktober 1945, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
  1. Peristiwa 3 Qktober 1945 di Pekalongan merupakan salah satu sejarah lokal bertema revolusi nasional yang terjadi di daerah Pekalongan.
  2. Ternyata banyak tokoh-tokoh di Pekalongan yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaan.
  3. Ternyata persatuan dan kesatuan masyarakat antara ulama,pemuda,KNID, PMI dan segenap rakyat sangat membantu perjuangan pengambilalihan kekuasaan ini, meskipun harus ditebus dengan nyawa 37 pahlawan dan raga yang cacat dan 12 pejuang.

Setelah meneliti dan membaca referensi tentangPeristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.
  1. Situs sejarah berupa bekas markas Kempetai yang sekarang statusnya sudah menjadi Masjid Syuhada, serta situs lainnya seperti monument, rumah residen serta kantor residen agar tetap terpelihara dengan baik..
  2. Hendaknya diadakan penelitian dan pengkajian yang serius sesuai dengan metode penulisan sejarah agar dapat menghasilkan tulisan yang menarik, ilmiah dan objektif.
  3. Mengenalkan kepada generasi muda, khususnya pelajar di Pekalongan untuk mempelajari, membaca dan mendiskusikan peristiwa 3 Oktober 1945 lewat pelajaran sejarah atau forum temu siswa yang lain.
  4. Pemerintah daerah agar memperhatikan kesejahteraan keluarga pahlawan 3 Oktober 1945 yang benar-benar perlu bantuan moral dan material.
  5. Hendaknya diadakan temu tokoh peristiwa 3 Oktoberyang masih ada dengan keluarga korban peristiwa ini sehingga tercipta sambung rasa yang baik.

Akhirnya bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa para pahlawannya.Amien.



Oleh :

Bambang Indriyanto, S.Pd.

Post a Comment

 
Top